Jakarta, CNN Indonesia -- Sejarawan JJ Rizal tak heran apabila Jakarta dinilai sebagai kota paling tidak aman di dunia berdasarkan survey Economist Intelligence Unit. (Baca
Survei: Jakarta Kota Paling Tak Aman Sejagat)
Rizal menyatakan Jakarta sudah terkenal tak aman sejak masih bernama ‘Batavia.’ “Sudah jadi sejarah panjang bahwa Jakarta adalah kota yang tidak aman. Bukan hanya karena kriminalitas, tapi juga epidemi penyakit,” kata dia kepada CNN Indonesia, Rabu malam (28/1).
Tingkat kriminalitas yang tinggi di Jakarta bermula sejak abad ke-19. Kala itu perampokan dan aksi kriminal lain kerap terjadi. Penyakit yang mewabah juga jadi masalah yang melanda kota ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak Batavia berdiri, sudah tidak aman. Pemerintah kota tidak serius menangani masalah keamanan, hanya tahu ambil pajak," kata Rizal. Menurut dia, pemerintah saat itu hanya fokus membuat Jakarta sebagai kota persinggahan, bukan tempat tinggal. Akibatnya masalah keamanan kota tidak terurus.
"Belum lagi masalah preman. Preman dibawa ke Jakarta pada tahun 1982," kata Rizal. Elite pada masa itu hanya memikirkan diri sendiri seperti membangun tempat untuk segelintir mereka tanpa memikirkan masyarakat luas.
Krimimolog Universitas Indonesia, Ferdinand T. Andi Lolo, mengatakan ada tiga unsur utama yang membuat Jakarta tak aman pada masa kini. Pertama, banyaknya tempat-tempat di Jakarta yang dapat menjadi sasaran empuk kejahatan. Kedua, pelaku kejahatan termotivasi karena sasaran-sasaran kejahatan kurang pengamanan. Ketiga, aparat yang seharusnya melindungi warga ternyata tak bekerja secara efektif.
"Aparat keamanan terlalu permisif, tak sungguh-sungguh menjalankan tugasnya dengan baik," kata Ferdinand. Namun, ujarnya, melindungi kota bukan hanya tugas aparat kepolisian, tetapi juga masyarakat dan pemerintah daerah.
"Pemda harus mengurus permukiman liar yang berpotensi menjadi tempat kejahatan, sebab di tempat tersebut bisa saja terbentuk komunitas preman atau bandar narkotik," kata Ferdinand.
Menurut dia, kejahatan adalah hasil dari masalah sosial. Oleh karena itu pemerintah provinsi harus memulai pembenahan dari penanganan masalah sosial guna meningkatkan keamanan kota.
Masyarakat pun harus berperan lebih aktif lagi. "Di Jakarta, masyarakatnya individualis. Mereka kurang peduli dengan keadaan sekitar," ujar Ferdinand.
Padahal masyarakat seharusnya bisa berpartisipasi mengamankan kota dengan melakukan hal-hal kecil. "Misalnya sebelum masuk rumah, lihat dulu sekeliling apakah ada hal aneh atau orang asing yang patut dicurigai," kata Ferdinand.
Contoh lain, bila di tempat umum melihat seseorang yang rentan menjadi korban kejahatan, warga bisa berperan lebih aktif. "Selama ini yang kerap dipikirkan kan kalau menolong orang, justru takut ikut kena masalah," ujar Ferdinand.
Survei Economist Intelligence Unit yang menempatkan Jakarta sebagai kota paling tak aman sejagat meneliti 50 kota di dunia dengan memasukkan 40 indikator kuantitatif dan kualitatif sebagai parameter.
Ke-40 indikator tersebut terbagi dalam empat kategori tematik yakni keamanan digital, jaminan kesehatan, infrastruktur, dan personal. Setiap kategori terbagi lagi ke dalam tiga hingga delapan subindikator, misalnya langkah kebijakan dan frekuensi kecelakaan lalu lintas.
(agk)