Jakarta, CNN Indonesia -- Baru satu bulan memimpin SMAN 3, Setiabudi, Jakarta, Retno Listyarti mendapat ancaman akan dibunuh. Tidak tanggung-tanggung, ancaman itu pun dilontarkan oleh muridnya sendiri. Retno menceritakan, intimidasi kepada dirinya ditemukan setelah dirinya menghadiri acara di sebuah program talkshow salah satu televisi swasta, pada Jumat (13/2) lalu.
Dalam laporan percakapan yang diterimanya pada Sabtu (14/2) pagi, Retno menceritakan, selain ancaman, akun-akun twitter milik beberapa murid kelas XII itu melontarkan kalimat kasar dan tidak senonoh.
"Mereka memaki-maki dengan kata-kata yang kasar. Dan di situ ada pernyataan; 'Demi Allah, kalau kita lulus..bunuh enggak?!'," ujar Retno kepada CNN Indonesia, Rabu (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, usai mendapatkan laporan pada Sabtu pagi, Retno kembali mendapatkan laporan dirinya diperbincangkan di jejaring sosial murid-muridnya. Dalam
screen capture yang diterimanya, dia membaca rencana beberapa murid yang sepakat memberikan kesaksian palsu ketika nanti diperiksa atas kasus pengeroyokan warga yang terjadi pada akhir Januari lalu.
"Mereka berencana memberi kesaksian palsu untuk pemeriksaan. Bagi saya kalau itu saja sudah mereka rencanakan, jangan-jangan rencana membunuh saya, juga bisa saja dong dilaksanakan," kata Retno.
Meski sudah memiliki bukti percakapan via jejaring sosial tersebut, Retno mengaku tidak ingin melaporkan murid-muridnya kepada pihak kepolisian. Dia lebih memilih untuk meminta perlindungan kepada kepolisian dari ancaman pembunuhan yang ditujukan kepadanya.
"Saya melapor atas nama pribadi dan keluarga saya. Bisa saja saya melapor karena ada ancaman ataupun perbuatan tidak menyenangkan, tapi kan saya pendidik. Saya berpikir kalau anak-anak ini masih bisa berubah jadi anak-anak yang baik," ujarnya.
Pemakluman yang dilakukan oleh Retno tersebut, menurutnya harus dilakukan karena murid-muridnya belum memahami konsekuensi hukum. "Tapi kalau pembahasan mereka negatif terus, dibicarakan terus menerus, bagaimana kalau keinginan membunuh saya terjadi? Kita harus berpikir kemungkinan terburuk," katanya.
Atas ancaman tersebut, Retno pun melapor kepada Polsek Setiabudi, Jakarta Selatan. Dia menceritakan, sejak kemarin, sudah ada tiga polisi yang datang ke SMAN 3 untuk menemuinya dan berkoordinasi untuk melakukan pengamanan. "Mereka cepat tanggap."
Diperas Kapolres GadunganTak hanya mendapat ancaman dari murid-muridnya, Retno ternyata juga sempat mendapat ancaman dari seseorang yang mengaku polisi Polres Jakarta Selatan. Pagi tadi, Retno mendapat telepon dari seorang pria yang menyebut dirinya sebagai Kapolres Jakarta Selatan.
"Pagi ini ada telepon mengaku Kapolres Jakarta Selatan. Dia melakukan kekerasan verbal dan meminta saya berdamai atas kasus tersebut, dan menyebut saya tidak mengerti hukum. Setelah itu dia meminta uang Rp 100 juta, tapi meminta DP Rp 20 juta," kata Retno.
Tak hanya itu, dia pun mendapat telepon lainnya yang juga mengaku sebagai Kapolres Jakarta Selatan dan menawarkan perlindungan dengan membayar mereka.
"Tapi ternyata kedua nomor telepon itu berbeda dengan nomor Kapolres yang saya dapatkan dari Polsek Setiabudi. Saya sudah sampaikan langsung kepada Kapolres bahwa namanya dicatut," ujar mantan Kepala Sekolah SMAN 76, Jakarta Timur ini.
(meg)