Peredaran Produk Palsu Rugikan Negara Rp 65,1 Triliun

Pratomoyudha | CNN Indonesia
Rabu, 25 Feb 2015 12:07 WIB
Peredaran Produk palsu di Indonesia tak terbendung. Menurut lembaga survei Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan kerugian negara triliunan rupiah.
Petugas Satpol PP Kota Mataram menunjukkan sejumlah produk kosmetik hasil temuan saat digelar kegiatan pengawasan Obat, Makanan, Kosmetik, produk komplemen dan bahan berbahaya (OMKABA) tanpa ijin edar di Mataram, NTB, Rabu (5/11). (ANTARA/Ahmad Subaidi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peredaran Produk palsu di Indonesia tak terbendung. Menurut lembaga survei Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) melaporkan bahwa produk palsu yang beredar di Indonesia dapat merugikan negara hingga Rp 65,1 Triliun.

Angka ini tercatat dari kenaikan jumlah pemalsuan produk hingga 1,5 kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2010 lalu tercatat kerugian negara mencapai Rp 43, Triliun. Maka tahun 2014 hingga 2015 ini diperkirakan peningkatan kerugian dapat mencapai angka Rp 65,1 Triliun.

Menurut Justisiari P. Kusumah, Sekjen MIAP angka peredaran produk palsu yang tinggi ini bukan hanya berada pada kalangan konsumen akhir, melainkan 

"Angka pemalsuan mengalami peningkatan yang terus naik. Hal ini dapat menghasilkan efek ekonomi seperti kerugian, dan lain lain," kata Justisiari dalam konferensi pers MIAP di Hotel Rotal Kuningan Jakarta, Rabu (25/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penelitian MIAP menurutnya, ada sebanyak tujuh komoditas produk yanh paling banyak dipalsukan yaitu perangkat lunak, kosmetika, farmasi (obat-obatan), pakaian, barang kulit (tas, dompet, dll), makanan dan minuman, serta tinta printer.

Secara persentase, tinta printer menjadi produk yang paling banyak dipalsukan dengan angka mencapai 49,9 persen. Diikuti dengan pakaian palsu mencapai 38,9 persen, kemudian perangkat lunak 33,50 persen. Sisanya adalah produk kosmetik palsu dengan angka persentase 12,6 persen, makanan dan minuman palsu 8,5 persen dan produk farmasi 3,8 persen.

"Objek penelitian MIAP kali ini bukan hanya pada konsumen akhir, tetapi juga pada para penjual dan pedagang retail," kata Justisiari.

Ia juga menambahkan bahwa rantai konsumsi ini dianggap menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat pembelian atau penggunaan barang palsu tidak akan marak jika tidak ada pasokan dari pedagang.

Menurutnya, kerugian ini dihitung dari pendapatan domestik bruto negara dan efek domino lainnya seperti kesempatan kerja,dll. (sip)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER