Medan, CNN Indonesia --
"Kami percaya kalau perempuan punya kekuatan ekonomi, dia akan lebih kuat, lebih punya kekuatan dari dalam. Dia jadi punya kekuatan untuk merealisasikan haknya."Pernyataan itu terlontar dari mulut Dina Lumbantobing (57), salah satu pendiri Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada). Pesada merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berdiri pada 1 Oktober 1990 di Medan, Sumatera Utara.
LSM ini memfasilitasi pendampingan dan advokasi kepada perempuan yang mengalami kekerasan. Selain itu, Pesada juga memberikan edukasi dan fasilitas peminjaman dana bagi anggotanya, yang dinamakan dengan Credit Union (CU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut keterangan Dina, kini telah ada 207 kelompok perempuan dengan anggota sekitar 15 ribu orang di Sumatra Utara dan Kepulauan Nias. "Saat ini total saham mereka sudah lebih dari Rp 20 miliar. Bayangkan, pada awalnya, menabung Rp 1.000 saja tidak mau," ujar Dina di kantor Pesada, Padang Bulan Medan, Sumut, Rabu (25/2).
Bagi perempuan yang tergabung ke dalam Pesada, uang adalah kekuatan, sebuah tameng untuk melawan ketidakadilan dalam budaya patriarki yang menaungi kehidupan mereka.
Seroja, misalnya, salah satu perempuan yang sadar bahwa kemandirian finansial bisa memberikannya rasa percaya diri dan keberanian untuk melawan ketidakadilan.
"Awalnya, keponakan saya menjadi korban pemerkosaan oleh bandar narkotika. Saya lapor ke polisi, lalu kalah, karena tidak punya uang," ujar Seroja mengenang. Dari pengalaman ketiadaan uang tersebut, Seroja kemudian bergabung dengan CU pada 2011.
"Saya sekarang berani melawan bila ada yang melakukan ketidakadilan terhadap saya," kata Seroja yakin.
Rasa percaya diri tersebut dia dapatkan setelah perempuan tersebut berhasil meraih kemandirian finansial atas kerja kerasnya sendiri. Hingga kini, di usianya yang sudah menginjak 50 tahun, dia tetap aktif menabung dan mendampingi para korban kekerasan seksual lainnya di Pesada.
"Pesada membuat saya mengerti bagaimana proses hukum seharusnya. Sampai sekarang, bila berhadapan dengan polisi, saya tidak mau lakukan suap karena itu merupakan tugas mereka," kata Seroja.
Makna uang bagi Seroja dengan demikian bergeser, dari benda yang memiliki peran melawan kuasa (kepolisian) menjadi benda yang memberdayakan diri Seroja.
Sementara itu, perempuan lainnya, Emmy Waty (38), yang juga ikut memanfaatkan pinjaman dari Pesada, menggunakan dana tersebut untuk keperluan pengembangan usaha. Emmy sadar untuk mengaktualisasikan dirinya secara lebih baik, dia butuh bantuan modal.
Dana pinjaman lantas dipakai untuk mengembangkan bisnis salonnya. Dari usaha salon tersebut, Emmy bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 50 ribu per hari. "Saya juga menggunakan dana pinjaman untuk bisnis lain, seperti jualan kue saat Lebaran. Hasilnya lumayan," kata Emmy menjelaskan.
Anggota Pesada lainnya, Rohana (42) memanfaatkan fasilitas pinjaman untuk membayar uang sekolah anak-anaknya. Dengan demikian, dia bisa turut membantu meringankan beban keluarganya.
"Saya sehari-hari adalah ibu rumah tangga. Dengan adanya pinjaman, ada keringanan untuk biaya sekolah anak," ujar ibu dari tiga anak ini.
Meski tidak pernah mengalami kekerasan dari pasangannya, Emmy dan Rohana sepakat bahwa kemandirian ekonomi sangat penting untuk membuat pasangan mereka menghargai keberadaan mereka.
Hal itu pula yang membuat mereka yakin sang suami tidak akan berlaku semena-mena, seperti melakukan kekerasan. "Selain itu, kebutuhan rumah tangga jadi bisa kami kendalikan, soalnya masih kurang kalau hanya mengandalkan suami," ujar Rohana.
Peran Penting PendidikanSelain persoalan ekonomi, para perempuan di Pesada ini, juga sadar pendidikan merupakan hal penting yang bisa membantu membukakan jalan mereka menuju kemandirian.
"Sejak bergabung dengan CU pada tahun 2005, saya jadi mendapatkan banyak ilmu. Kalau dulu, hanya tahu bagaimana mengurus suami dan anak," ujar Sonta Maria (41).
Lebih lanjut lagi, Sonta menjelaskan dia menjadi paham mengenai apa saja yang termasuk kekerasan. "Kekerasan itu tidak hanya berupa pukulan, tetapi juga omongan. Ketika suami bicara kasar, saya sudah berani berargumen (itu tidak baik)," kata Sonta.
Dari pendidikan itu pulalah, Sonta, seperti perempuan Pesada lainnya, mulai berbisnis untuk mendapatkan uang sendiri. "Saya belajar bisnis pelan-pelan. Dengan berjualan pakaian bekas di kampung, ternyata hasilnya lumayan," ujar Sonta kemudian tersenyum. Berkat penghasilan dan pendidikan, kepercayaan diri Sonta bertambah.
"Dulu ketika dimarahami suami, saya hanya diam. Sekarang, kalau dia kasar sedikit, saya akan ingatkan dia agar tidak macam-macam, karena sekarang saya punya uang," katanya kemudian tertawa.
Meski telah mandiri secara finansial, Sonta mengingatkan para perempuan Pesada untuk tidak sombong. Bagaimanapun, suami adalah rekan hidup yang akan membantu menjalankan biduk rumah tangga bersama-sama.
"Tidak perlu sombong, apalagi ke suami. Sekasar-kasarnya suami, kalau diberi pengertian pelan-pelan mereka mengerti, lho. Diapun sekarang sudah mendukung saya di organisasi ini," ujar Sonta.
Fasilitas Pinjaman Credit UnionDina menjelaskan saat ini sudah ada lima fasilitas pinjaman Credit Union di Medan, yaitu CU Pulau Pinang Jaring Halus, CU Sei Ular Secanggang, CU Adil Amplas, CU Seroja, dan CU Lembah. Tidak hanya perempuan, lelaki juga turut serta menjadi anggota.
Para anggota diwajibkan membayar iuran simpanan wajib sebesar Rp 20 ribu per bulan. "Setelah ada sistem CU, rentenir di kampung saya banyak yang mundur," kata Sonta.
Setelah enam bulan menabung, anggota dapat meminjam dana dengan jumlah maksimal tiga kali saham (tabungan). "Bunganya sebesar tiga persen dan terus menurun di bulan-bulan berikutnya," kata Ganda Maria Siregar (29) yang merupakan staf lapangan Pesada.
Di sisi lain, Dina berpendapat perempuan akan sangat luar biasa bila diberdayakan. "Perempuan harus mampu menjadi pemimpin, berorganisasi, menjadi kader di lapangan untuk membantu perempuan lain, terutama untuk penguatan ekonomi," ujarnya.
(utd)