Jakarta, CNN Indonesia -- Indra Pelani (23), seorang petani di Bukit Rinting, Desa Lubuk Mandarsyah, Kabupaten Tebo, Jambi, ditemukan meregang nyawa 27 Februari silam. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Walhi, cabang Jambi menduga, Indra dibunuh sejumlah anggota unit reaksi cepat PT Wirakarya Sakti, perusahaan yang menyuplai bahan baku untuk perusahaan kertas milik Grup Sinar Mas, Asia Pulp and Paper.
Nick Karim, anggota Walhi Jambi yang terakhir kali bersama Indra sebelum pengeroyokan terjadi, menceritakan kronologis dugaan pembunuhan itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta, Rabu (4/3).
Nick menuturkan pada hari kejadian, Indra menjemputnya di Simpang Niam pada pukul 14.00 WIB. Setelah berkendara hampir dua jam, mereka sampai di pos kembar sekuriti sebelum akhirnya disetop dua anggota unit reaksi cepat PT WKS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mau kemana," ujar Nick menirukan pertanyaan yang diajukan petugas keamanan itu padanya. Setelah menjawab hendak masuk ke ladang warga yang ada di kawasan PT WKS, sekonyong-konyong Indra lantas dipukuli lima anggota keamanan PT WKS.
Tak kuasa melerai pengeroyokan itu, Nick pun kemudian meminta bantuan warga desa. Sekitar pukul 16.30 WIB, Nick dan 30 warga desa mendatangi pos kembar tadi.
Sayang, Indra sudah tak berada di lokasi itu. Penjaga pos menyatakan tak mengetahui kejadian serta keberadaan Indra dan para pengeroyoknya.
Direktur Walhi Jambi Musri Nauli menuturkan sehari setelah kejadian itu, kepala sekuriti PT WKS menelepon rekan sejawatnya, Rudi. "Ia mengabarkan Indra sudah ditemukan sekitar tujuh kilometer dari distrik 8 dengan kondisi tak bernyawa," kata Musri.
Persoalan klasik agrariaMenanggapi hal ini, komisioner Komnas HAM Dianti Bachriadi mengatakan perkara ini tidak dapat dilepaskan dari persoalan klasik agraria yang melibatkan masyarakat dan korporasi.
"Secara umum kasus tanah tidak ada yang terselesaikan. Pangkalnya tidak pernah selesai," ucap Dianto.
Berdasarkan kajiannya, kasus-kasus yang dipicu persoalan tanah ini biasanya hanya diproses dengan pidana biasa. Dianto bahkan mengatakan banyak perkara seperti yang menimpa Indra ini tidak dilanjutkan kepolisian dengan berbagai alasan. "Ini sudah menjadi catatan kami," tuturnya.
Komisioner Komnas HAM lainnya, Sandra Moniaga, meminta kepolisian Jambi untuk tidak menyelesaikan perkara ini secara terburu-buru. Ia meminta polisi menyelidiki kemungkinan penerapan delik korporasi.
"Polisi harus melihat bagaimana Grup Sinar Mas menangani sengketa di wilayah konsesi mereka," katanya.
Di sisi lain, Direktur Walhi Abed Nego mendesak lembaga-lembaga negara terkait untuk mengambil tindakan atas kejadian ini supaya masyarakat tidak mengambil langkah hukum sendiri, seperti yang pernah terjadi di Mesuji.
Secara khusus ia menggarisbawahi tanggung jawab Kementerian Kehutanan dalam kasus ini. "Saya mendesak mereka melihat ini lebih jauh dan komprehensif, tak hanya melimpahkan ke lembaga lain seperti Polisi dan Komnas HAM karena mereka yang memberikan izin kepada PT WKS," ucapnya.
Abed juga meminta Grup Sinar Mas tidak tutup mata atas kejadian ini. Apalagi, menurut data Walhi, kasus kekerasan ini bukanlah yang pertama kali terjadi di wilayah konsesi perusahaan yang berafiliasi dengan mereka.
Sementara itu, Nick merasa aneh dengan pembunuhan Indra. Pasalnya, hubungan antara masyarakat dan perusahaan jelang panen raya itu kondusif. Ia menduga, kasus ini didasari persoalan personal.
Hingga berita ini diturunkan, CNN Indonesia masih berusaha mendapatkan konfirmasi dari kepolisian wilayah Jambi dan Grup Sinar Mas.
(den)