Jakarta, CNN Indonesia -- Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sidharto Danusubroto mengatakan, Haryanto Taslam merupakan satu di antara beberapa tokoh nasional yang ikut melengserkan Orde Baru pada tahun 1998. Sidharto menyebut Haryanto sebagai pejuang demokrasi.
"Hari ini kita kehilangan pejuang yang mengubah negara ini dari sistem otoriter ke demokrasi," ujarnya di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta, Minggu (15/3).
Sidharto menuturkan, ia telah mengenal Haryanto sejak peristiwa 1998. "Dia adalah seorang nasionalis yang luar biasa semangatnya," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haryanto tercatat sebagai salah satu dari sekian aktivis yang diculik selama periode 1997-1998 oleh Tim Mawar, sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV TNI Angkatan Darat. Menurut putra Haryanto, Ragil Parikesit, ayahnya berada dalam sekapan Tim Mawar selama 40 hari.
Haryanto pun lalu menuliskan peristiwa penculikannya itu dalam buku berjudul '40 Hari Digenggam Kekuasaan' pada tahun 2008.
Setelah itu, pada tahun 2009 Haryanto mulai merintis karier di dunia politik dengan merapat ke PDIP, yang saat itu dianggap musuh pada masa pemerintahan Orde Baru karena mengusung politik pro-demokrasi.
Di partai berlambang kepala banteng tersebut, dia sempat diserahi jabatan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewab Pimpinan Pusat PDIP.
Belakangan, Haryanto pindah ke Partai Gerindra. Dia mendaftar sebagai calon legislatif meskipun akhirnya tak lolos ke Senayan.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, ditemui saat pemakaman Haryanto, mengatakan sejak beberapa bulan lalu kesehatan koleganya itu memang sudah memburuk.
Namun, tak banyak yang mengetahui informasi ini karena Haryanto selalu menyembunyikannya. "Beliau tidak ingin merepotkan orang lain," katanya.
Muzani mengenang Haryanto sebagai sosok yang konsisten dengan cita-cita. Ia berkata, Haryanto kerap menasehati kader muda Partai Gerindra untuk menghindari godaan-godaan politis.
(meg)