Peraturan Menteri soal Sunat Perempuan Masih Diabaikan

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 16 Apr 2015 23:28 WIB
Hal tersebut menyebabkan sunat perempuan yang berisiko pada infeksi genitalia masih banyak ditemukan di masyarakat.
Ilustrasi kekerasan a
Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Menteri Kesehatan terbaru mengenai sunat perempuan dinilai masih banyak diabaikan oleh pelaku medis dan masyarakat. Akibatnya, masih banyak ditemukan kasus sunat perempuan yang mengabaikan pedoman kesehatan dan jaminan tidak adanya mutilasi alat kelamin.

Hal tersebut disampaikan oleh wakil ketua bidang program lembaga non profit Kalyanamitra Rena Herdiyani saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (14/4).

"Kami mendorong Kementerian dan dinas kesehatan untuk lebih aktif mensosialisasikan permenkes tentang sunat perempuan serta mendorong adanya aturan baru yang lebih tegas, " kata Rena.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan pengamatan Kalyanamitra, praktik sunat perempuan yang masih terjadi di beberapa tempat di Indonesia masih tidak berpedoman pada kaidah kesehatan yang benar. Hal itu, misalnya, melakukan sunat perempuan dengan pisau tumpul yang tidak steril. Kejadian ini seperti yang ditemukan Kalyanamitra di daerah Muara Baru, Jakarta Utara.

"Di daerah tersebut ada suku Makassar. Mereka percaya sunat perempuan itu perintah agama. Jadi, setiap perempuan, menurut kepercayaan mereka, wajib disunat tanpa terkecuali," ujar dia.

Praktik sunat di Muara Baru, katanya, dilakukan dengan metode mengambil bagian klitoris perempuan dengan pisau lalu membuangnya.

Padahal, kata Rena, berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan terbaru Nomor 6 Tahun 2014, sunat perempuan tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berasal dari indikasi medis. Tak hanya itu, merujuk pada peraturan tersebut, disebutkan pula pelaksanaannya belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

Lebih jauh lagi, peraturan tersebut juga dengan jelas membantah adanya tindakan mutilasi alat kelamin, seperti pembuangan klitoris. "Kalau menurut peraturan yang baru, sunat perempuan semestinya cukup dilakukan dengan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukainya."

"Namun, peraturan itu tidak tersosialisasikan dengan baik. Sehingga, di masyarakat, masih banyak ditemui praktik sunat perempuan yang menyebabkan pendarahan hebat karena dilakukan tenaga non medis," ujar dia menjelaskan. (utd)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER