Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebut kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lamanya waktu tunggu kontainer di pelabuhan (dwelling time) sebagai suatu hal yang wajar.
"Wajar dong kalau Presiden marah. Namanya juga kepala negara. Kalau Pelindo tidak beres, Presiden harus marah. Tidak mungkin diam saja," ujar Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, kemarin.
Zulkilfi menilai bahwa keputusan untuk mengangkat maupun memberhentikan pejabat berada di tangah presiden sepenuhnya. "Kalau Presiden marah itu manusiawi. Tapi kalau memberhentikan dan mengangkat itu kan hak beliau (Presiden)," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, dari dulu pelayanan PT Pelindo II memang selalu makan waktu yang cukup lama. "Sejak saya masih jadi pengusaha, 15 tahun lalu kan begitu juga, situasi di Pelindo . Apalagi mau menjelang Lebaran, puasa, ada lampu merah lah, ada lampu kuning lah," ujar dia.
"Kalau Pelindo kan akut dari dulu," kata dia.
Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan bahwa dwelling time diurus oleh beberapa kementerian, lembaga negara, dan perusahaan BUMN secara bersama-sama, sehingga seluruh pihak itu harus benar-benar duduk bersama untuk melihat apa yang bisa dilakukan untuk mempersingkat rata-rata dwelling time di Indonesia.
Dari pihak perusahaan BUMN sendiri, imbuh Rini, selama ini sudah bekerja seoptimal mungkin. "Jadi ke depan bagaimana sedang melakukan perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan untuk bisa menjadi dwelling time-nya diperpendek dan ini kan sebagai korporasi harus bekerja sama dengan semua pihak yang itu akan diselesaikan, supaya kita bisa perbaiki dwelling time," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengancam akan mencopot menteri, direksi badan usaha milik negara (BUMN) pelabuhan, hingga operator di lapangan yang dianggap tak mampu mempersingkat dwelling time sesuai target yang ditetapkan.
Ancaman tersebut dilontarkan RI-1 ketika melakukan peninjauan ke Kantor Pelayanan Terpadu Terminal Penumpang Nusantara Pura Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (17/6).
Setelah tiga kali mempertanyakan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo, Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino, dan seorang pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan.
"Berapa hari barang bisa keluar?" tanya Jokowi sekali.
Seorang pejabat Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa secara umum ada tiga jalur yang jika dirata-rata akan menyebabkan dwelling time membutuhkan waktu 5,59 hari. Waktu tersebut turun dari tahun 2013 yang perlu 8,9 hari untuk kontainer menunggu di pelabuhan.
Jawaban tersebut agaknya belum membuat puas Jokowi. Ia pun menanyakan kembali, “Siapa yang menentukan paling lama untuk urusan penerbitan izin instansi?"
Menteri Indroyono lantas menjelaskan soal proses dwelling time, dari waktu izin bongkar, lalu barang masuk dari kapal dan mengurus izin, kemudian kapal tersebut mengirim dokumen ke sistem Indonesia National Single Window (INSW), sampai akhirnya keluar persetujuan dan barang keluar dari pelabuhan.
Masih tak puas, Jokowi pun mengulangi pertanyaan yang sama, "Iya saya mengerti. Saya 28 tahun di (bidang) ini. Siapa yang paling lama mengurus, baik impor maupun ekspor?"
Indroyono memaparkan, “Kalau impor kan ada timeline atau jalur merah. Barangnya macam-macam. Masuknya itu baru datang, baru minta izin. Supaya bea cukai berlama-lama dan tidak kelihatan. Itu di jalur merah. Ada jalur kuning dan hijau."
Dengan nada semakin tinggi, Jokowi pun menyela penjelasan Indroyono, "Lalu untuk barang umum dan harian bagaimana? Saya minta yang paling lama. Jangan dibilang bagus, tapi nyatanya dwelling time kita dibanding negara lain jauh lebih lama. Kalau bea cukai, ya disampaikan, kalau Kementerian Perdagangan, ya disampaikan."
(eno)