LIPUTAN KHUSUS ULTAH JAKARTA

Pelacuran Kramat Tunggak Kini Tak Remang Lagi

Tim CNN Indonesia | CNN Indonesia
Senin, 22 Jun 2015 09:50 WIB
Dentuman gendang, melodi gitar ala musik dangdut dan dentingan botol bir tidak terdengar lagi di Kramat Tunggak. Lantunan ayat suci kini mendominasi.
Kawasan Kramat Tunggak hari ini. (CNN Indonesia/Abraham Utama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dentuman gendang, melodi gitar ala musik dangdut dan dentingan botol bir tidak terdengar lagi di lahan yang membentang hampir 22 kali luas lapangan sepakbola itu. Lahan yang lokasinya tak sampai lima kilometer dari bibir pantai di utara Jakarta itu kini sayup-sayup.

Para penguni lahan seluas 11,5 hektar itu pun kini rutin melantunan ayat-ayat suci Alquran dan mengumandangkan kebesaran Ilahi.

Lahan tersebut terletak di Kramat Tunggak. Wilayah yang masuk administrasi Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja itu kemudian menjadi sebutan bagi lokalisasi bisnis seks yang diresmikan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1970. (Baca: Cerita Usai Isya di Pelacuran Kramat Tunggak)

Setelah 45 tahun berselang, tidak ada lagi ratusan rumah bordil sebagaimana digambarkan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam tesis antropologi kesehatannya yang selesai tahun 1995. Sutiyoso menutup Kramat Tunggak dua tahun setelah dilantik menjadi orang nomor satu di Jakarta, tahun 1999 silam.

Setelah merubuhkan seluruh bangunan di lokalisasi itu, Sutiyoso mendapatkan ide membangun pusat peradaban Islam di bekas lokalisasi Kramat Tunggak. Ide tersebut muncul ketika bekas Panglima Kodam Jaya Itu umroh bersama rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Arza. (Baca: Kramat Tunggak: Dulu Haram Jadah Kini Sajadah)

Ia lantas mengirimkan tim survei ke beberapa negara Eropa dan Timur Tengah. Tahun 2003, Dinas Perumahan DKI Jakarta selesai membangun masjid megah berkapasitas 20 ribu jemaah.

Dua pintu masuk raksasa serupa Gerbang Kemerdekaan di jantung Paris dan menara masjid setinggi 114 meter menjadi simbol lokasi yang kini disebut sebagai Jakarta Islamic Center.

Penolakan dan Dialog

Muhammad Hasyim, staf sekretariat JIC, menuturkan setelah reformasi sekelompok tokoh masyarakat dan ulama menyatakan penolakan mereka terhadap legalisasi bisnis syahwat pemerintah daerah.

"Mereka bilang keberadaan Kramat Tunggak sudah tidak tepat lagi. Mereka menghendaki lokalisasi itu digusur atau diganti," kata Hasyim kepada CNN Indonesia, awal Juni lalu.

Pada tahun 1998, Sutiyoso mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur bernomor 6485/1998, bahwa lokalisasi Kramat Tunggak harus sudah ditutup setahun setelahnya.

Surat itu membuat Surat Gubernur nomor CA.7/1/39/71 yang ditandatangani Ali Sadikin tak berkekuatan hukum. Ali pada surat itu memerintahkan para bawahannya untuk menutup dan memindahkan seluruh praktik pelacuran di Jakarta ke Kramat Tunggak.

Malif, bekas penjaga tempat parkir di lokalisasi itu mengatakan, instruksi pengosongan Kramat Tunggak disusul upaya pembebasan lahan. "Tahun 1999 mulai dilakukan pengosongan," katanya.

Meskipun lokalisasi itu berdiri di lahan milik pemda, Sutiyoso memutuskan untuk memberi ganti rugi kepada seluruh pemilik rumah bordil. Malif berkata, para pengusaha di Kramat Tunggak menerima ganti rugi yang nilainya berbeda-beda.

"Rata-rata Rp 300-500 juta. Bahkan ada yang lebih dari itu," ucapnya.

Menurut Malif yang kini bekerja sebagai tenaga keamanan di JIC, nilai ganti rugi itu sepadan dengan rumah-rumah beton milik para germo. Ia menuturkan, ratusan rumah bordil itu dibangun dengan material yang tidak murah.

"Ada yang rumahnya berhiaskan marmer, namanya juga persaingan bisnis," ujarnya.

Hasyim berkat, rumah-rumah bordil itu dibeli sesuai Nilai Jual Obyek Pajak yang berlaku saat itu. Tapi pembelian itu tidak menyurutkan penolakan para muncikari. "Sudah dibayar seperti itu saja perlawanan masih keras," katanya.

Kini satu-satunya yang tersisa dari lokalisasi legal itu adalah pagar yang membatasi kompleks perumahan bordil dengan pemukiman warga. "Posisinya persis dengan pagar saat itu. Tidak berseger sedikit pun," ujar Malif. Perbedaannya, pagar seng setinggi satu meter itu kini diganti beton.

Ribuan pekerja seks komersial yang mencari nafkah di Kramat Tunggak pun melanjutkan kehidupan mereka dengan cara yang berbeda. Ada yang memilih pulang ke kampung halaman, ada pula yang tetap tinggal di sekitar Kramat Tunggak.

Sisanya? Malih yang merupakan warga asli Koja berkata, tak sedikit warga berdesas-desus tentang berpindahnya lokasi pelacuran ke beberapa titik di utara Jakarta. Ia menyebut Rawa Malang dan Kali Jodoh.

Namun Malif yakin, para pekerja seks komersial di lahan-lahan ilegal itu bukanlah alumni Kramat Tunggak. “Mereka saat ini pasti sudah berumur. Tidak mungkin mereka masih bekerja seperti itu. Pasti itu generasi baru,” katanya. (Baca: Ahok: Pelacuran Mirip Sampah)

Mendiang Menteri Kesehatan Endang memiliki keyakinan yang berbeda. Ia berkata, penutupan Kramat Tunggak bukan berarti menutup bisnis haram ini. “Mirip sebuah pembuluh darah tersumbat. Tubuh akan giat membentuk pembuluh darah baru agar aliran darah dapat terus mengalir,” ujarnya. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER