Jakarta, CNN Indonesia -- Seruan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk menghentikan kekerasan di sekolah juga berlaku dalam penyelenggaraan Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB). Masa orientasi semacam ini biasanya menjadi pintu bagi terjadinya kekerasan terhadap siswa. Kasus kekerasan pada siswa baru saat tahun ajaran baru sudah berulangkali terjadi tanpa ada solusi.
Seperti diketahui, biasanya saat MOPDB atau lebih dikenal dengan Masa Orientasi Siswa (MOS), para siswa akan mendapatkan banyak tugas dari kakak kelas untuk mengerjakan berbagai macam hal yang aneh-aneh. Tugas tersebut sebenarnya sering tidak sesuai dengan konteks sekolah, seperti memakai atribut dari karung goni, memakai papan nama dari kardus atau atribut lain yang tidak lazim di pakai di sekolah.
Pembuatan atribut dengan berbagai ketentuan yang menyulitkan semacam itu biasanya dibebankan kepada siswa baru sehingga tidak jarang mereka harus mengerjakan seabrek tugas tersebut hingga larut malam, padahal keesokan harinya mereka harus kembali sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika tugas tidak diselesaikan, para senior pun siap mengganjar hukuman, tidak hanya fisik melainkan juga melontarkan kata-kata kasar, hal tersebut termasuk dalam bentuk kekerasan verbal.
(Lihat Juga: Dua Taktik Retno Hancurkan Kekerasan dan Pemerasan di SMAN 3)Untuk memutus lingkar itu, tahun ini Disdik DKI menyebarkan Surat Edaran kepada seluruh sekolah di DKI Jakarta terkait penyelenggaraan Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB) Tahun Ajaran 2015/2016. Surat edaran itu jelas melarang pihak sekolah untuk meminta siswa menggunakan atribut maupun aksesoris yang berlebihan, tidak pantas, maupun tidak mendidik.
Arie juga menegaskan agar dalam pelaksanaan MOPDB sekolah dan siswa senior tidak melakukan bullying, kekerasan seksual, pemerasan, pungutan liar, dan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif.
"Masa orientasi siswa dengan segala bentuk kekerasan sekarang ini sudah tidak zamannya lagi dilakukan. Fungsi sekolah adalah untuk membangun etika dan budaya tertib, bukan untuk ajang adu kekuatan dan menjadi jagoan," ujar Arie. Ia ingin agar tahun ajaran baru dimanfaatkan pihak sekolah untuk membangun budaya tertib tanpa kekerasan.
Sebelumnya,
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad pernah mengatakan pihaknya akan membentuk Gugus Tugas Pendidikan Anti Kekerasan dengan tujuan mengidentifikasi siswa yang bermasalah. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir potensi kekerasan di kalangan siswa dan pelajar. (Lihat Juga: Kemendikbud Bentuk Gugus Pendidikan Anti Kekerasan)"Nantinya, bagaimana cara sekolah menangani siswa-siswa itu akan menjadi semacam kompetensi," kata Hamid saat ditemui seusai Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2015 di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/3). (utd)