Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) belum juga memeriksa bekas Direktur Utama Energi Primer PT Perusahaan Listrik Negara Nur Pamudji terkait kasus dugaan korupsi bahan bakar
high speed diesel (HSD) sejak ditetapkan sebagai tersangka bulan lalu.
Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Korupsi Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta, Rabu (26/8), mengatakan penyidik masih harus melengkapi konstruksi hukum kasus ini sebelum memeriksa si tersangka.
"Sekarang kami lengkapi dulu saksi-saksi yang lain," kata Adi di Markas Besar Polri, Jakarta. "Kalau sudah lengkap pastinya yang bersangkutan (Pamudji) akan kita mintai keterangannya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, penyidik juga belum berhasil memeriksa pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno, sebagai saksi kasus ini. Kata Adi, Honggo kembali beralasan sakit dan tidak bisa meninggalkan Singapura.
"Nanti kami akan cari waktu yang tepat untuk ambil keterangan yang bersangkutan, apakah akan datang ke Bareskrim atau nanti kami jemput di Singapura," ujarnya.
Sementara itu, keterangan bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan untuk sementara dianggap telah cukup. Penyidik belum berencana kembali memeriksa Dahlan dalam waktu dekat.
Pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut kasus ini terkait tender yang menjadi terobosan saat Dahlan Iskan menjabat Direktur Utama PLN. "Tahun 2010 dilakukan terobosan agar PLN mendapatkan BBM dengan harga yang lebih murah melalui tender. Sebelumnya PLN membeli langsung kepada Pertamina," kata Yusril.
Yusril menjelaskan, tidak terjadi kesalahan prosedur dalam proses tender yang dilakukan. "Jika perusahaan asing yang menang maka tidak otomatis menang. Pada waktu itu Shell yang menang dan ditawarkan terlebih dahulu ke produsen dalam negeri. Maka ditawarkan kepada pertamina yang diambil dua dan dua lagi diambil oleh TPPI," tutur Yusril.
Dalam kasus ini, Pamudji diduga berperan sebagai pengguna barang. Akibat perbuatannya, dia terancam pidana penjara di atas lima tahun lantaran dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1).
Kasus HSD ini juga memiliki kaitan dengan kasus korupsi kondensat yang tengah diusut oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim. Dalam kasus tersebut, Honggo beserta bekas Kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas Raden Priyono serta bekas Deputi Finansial Djoko Harsono telah ditetapkan tersangka.
(meg/meg)