Istana Nilai Putusan MK Soal UU MD3 Bersifat Wajib

Resty Armenia | CNN Indonesia
Sabtu, 26 Sep 2015 10:37 WIB
LBH Jakarta mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 245 UU MD3 yang disebut sudah hampir satu tahun berlangsung dan baru dibacakan putusannya pada hari ini.
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menilai bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi terkait permohononan uji materi atas Pasal 245 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) bersifat wajib (compulsory).

"Putusan MK itu kan compulsory sifatnya," ujar Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (25/9).

Menurut Teten, nantinya Presiden Jokowi akan berhati-hati dalam menerapkan apa yang sudah diputuskan oleh MK. "Jangan sampai izin Presiden untuk pemanggilan anggota DPR yang terlibat kasus hukum (dipersulit), supaya tak menghambat proses hukum, artinya terus diberi kemudahan. Bukan berarti kalau harus dapatkan izin Presiden lalu mempersulit," kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pegiat antikorupsi itu menuturkan, di sisi Presiden sendiri, proses pengajuan izin untuk pemanggilan anggota DPR yang terlibat kasus hukum sebenarnya sama saja dengan proses pengajuan nama-nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Panitia Seleksi (Pansel) di mana sang kepala negara tidak ikut campur.

"Presiden jelas, visi beliau dalam penegakan hukum, pemberantasan korupsi itu sudah jelas, sehingga nanti para anggota dewan yang terkena kasus hukum Presiden tak akan buat persulit proses hukum," ujar dia.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 245 UU MD3 yang disebut sudah hampir satu tahun berlangsung dan baru dibacakan putusannya pada hari ini.

LBH Jakarta mewakili para pemohon yakni sejarawan JJ Rizal dan seorang advokat Febi Yonesta. Alasan mereka mengajukan permohonan uji materi karena terdapat materi muatan dalam Pasal 245 UU MD3 yang bersifat diskriminatif.

Pasal tersebut mengatur mekanisme perlakuan khusus terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana, yang berpotensi mempersulit pencari keadilan dalam proses peradilan pidana.

Disebutkan dalam Pasal 245 ayat 1, bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan  tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

(den)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER