Pemerintah Diminta Tinjau Kembali UU Jaminan Produk Halal

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 04:16 WIB
IPMG menginginkan obat-obatan dan produk biologi termasuk vaksinasi tak menjadi bagian yang diatur dalam pasal 1 UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Pengunjung melihat informasi pada stand penelitian kandungan halal dalam Indonesia International Halal Expo 2014 di JIEXPO, Jakarta, Kamis 23 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perkumpulan Internasional Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) menginginkan obat-obatan dan produk biologi termasuk vaksinasi tidak menjadi bagian yang diatur dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak mengatakan obat termasuk vaksinasi adalah hal yang hanya dikonsumsi di waktu-waktu tertentu. "Kami ingin pemerintah meninjau kembali UU JPH, untuk mengeluarkan obat dan produk biologi dari JPH," ucap Parulian di Jakarta, Selasa (29/9).

Penetapan sertifikasi halal untuk produk obat kata Parulian termasuk vaksin dapat menghambat akses masyarakat terhadap obat dan menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Segendang sepenarian Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Yuniarso mengatakan penetapan sertifikasi halal terhadap vaksin dapat menyebabkan kembalinya wabah penyakit di suatu wilayah.

Ia memberi contoh kejadian di Padang pada tahun 2012. Piprim menceritakan saat itu tengah gencar aksi anti-vaksin di Padang, yang menyebabkan cakupan vaksin menurun dari 93 persen menjadi 35 vaksin.

Piprim mengatakan dampaknya memang tidak bisa langsung dirasakan saat itu. Namun, pada 2014 lalu, menjalarnya wabah penyakit difteri menyebabkan dua anak meninggal tanpa vaksinasi sama sekali.

Kasus difteri pertama kali ditemukan di Padang pada 2014 dimana ada salah seorang anak yang baru kembali dari Surabaya yang saat itu tercatat mengalami 920 kasus difteri.

Difteri adalah penyakit menular mematikan yang menyerang saluran pernafasan bagian atas (tonsil, faring dan hidung) dan kadang pada selaput lendir dan kulit yang disebabkan oleh bakteri yaitu Corynebacterium diphteriae.

Piprim mengatakan dikecualikannya obat terutama vaksin dalam UU JPH untuk menghindari terulangnya kejadian di Padang. Ia menegaskan menurunnya cakupan vaksinasi hingga dibawah 60 persen merupakan situasi yang darurat. Alasannya hal tersebut dapat memicu lahirnya wabah penyakit di suatu wilayah. "Tapi orang awam kan melihat situasi darurat saat ada yang mau meninggal," ucap Piprim.

Ia mengakui beberapa vaksin seperti polio, rotavirus (diare), dan sebagian MMR (campak, gondong dan campak Jerman) mengandung babi. "Namun itu tidak ditemukan di produk akhirnya. Kalau masih ada, itu akan menghancurkan vaksinnya," kata Piprim.

Adapun Ketua Dewan Pengurus IPMG Luthfi Mardiansyah menilai penjaminan sertifikat halal terhadap vaksin bakal kompleks. Sebab, sebagian besar bahan dasar vaksin adalah hasil impor.

"Auditnya kan berarti apa harus sampai ke luar negeri sana? Kemudian, sampai cara penyembelihannya juga dicek," tutur Luthfi.

Dalam pasal 15 UU JPH, auditor bertugas memeriksa kehalalan suatu produk mulai dari bahan yang digunakan hingga pendistribusian ke masyarakat. Bahkan, Bab IV mengatur pelaku usaha juga perlu mengantongi sertifikat halal terlebih dahulu.

Oleh sebab itu selain berdampak bagi kesehatan, ini juga akan berdampak pada proses bisnis. Sebab, mulai dari penyimpanan bahan baku, produksi, pengemasan bahkan distribusi, harus menggunakan fasilitas terpisah agar tidak terkontaminasi dan memenuhi kriteria halal.

"Penyediaan fasilitas khusus akan meningkatkan biaya sehingga harga jual obat lebih mahal," tutur Luthfi. (bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER