Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Pengada Layanan (FPL) bagi perempuan korban kekerasan mendesak pemerintah untuk lebih aktif berkoordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam meningkatkan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
"Angka kekerasan yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan pemberian pemulihan yang komprehensif. Pemerintah masih terlalu fokus pada pelaku dan bukan korban," kata Koordinator Perubahan Hukum FPL yang juga aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum APIK, Veni Siregar, saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (25/11).
Berdasarkan data Catatan Akhir Tahun (CATAHU) Komnas Perempuan 2015, terdapat 1.033 kasus perkosaan, 834 kasus pencabulan, 184 kasus pelecehan seksual, 74 kasus kekerasan seksual lain, 46 kasus melarikan anak perempuan dan 12 kasus percobaan perkosaan.
Data tersebut juga menunjukkan adanya kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang mencapai 8.626 kasus yang terdiri atas 5.102 kekerasan terhadap istri, 1.748 kasus kekerasan dalam pacaran, 843 kasus kekerasan terhadap anak perempuan, 750 kasus kekerasan dalam relasi personal lain, 63 kasus kekerasan dari mantan pacar, dan 53 kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Veni mengatakan penanganan pemulihan korban sangat penting karena pemerkosaan atau tindak kekerasan seksual akan berdampak terhadap korban seumur hidup. Namun, selama ini, perspektif hukuman pidana di Indonesia masih terfokus pada pemberatan sanksi bagi terdakwa.
Sementara itu, dia menilai selama ini lembaga yang dinaungi pemerintah, terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, masih kurang aktif dalam melakukan fungsi pemulihan dan pelayanan hak atas korban perempuan.
Selain itu, tak adanya peraturan perundangan yang mengikat, menurut Veni, yang menyebabkan fungsi pemulihan menjadi lemah dan tak diperkuat.
"Oleh karena itu, kami mengajukan pasal-pasal tentang pentingnya pemulihan korban secara komprehensif melalui RUU Kekerasan Seksual yang akan memuat kewajiban tersebut," kata Veni. "Kami harap RUU Kekerasan Seksual bisa masuk Prolegnas Jangka Menengah."
Untuk mendorong hal tersebut, Forum Pengada Layanan, yang terdiri dari 111 lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan di 32 provinsi, akan menyelenggarakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Kegiatan ini, kata Veni, akan dilangsungkan mulai tanggal 25 November hingga tanggal 10 Desember, yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Kekerasan seksual menjadi perhatian publik karena tindak kekerasan semakin banyak dilakukan oleh orang terdekat dan bahkan di tempat-tempat publik yang ramai.
Salah satu yang baru saja terjadi misalnya adalah kasus pemerkosaan dan penodongan seorang perempuan berusia 23 tahun di atas jembatan yang menghubungkan ruko Pondok Indah dengan sekolah Bakti Mulya 400 di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada Sabtu pekan lalu.
Pemerkosaan terjadi pada pukul 16.30 WIB ketika korban hendak menyeberang usai mengikuti pelatihan di Balai Pekerjaan Umum.
Pemerkosaan juga terjadi pada akhir Oktober lalu atas seorang siswi Madrasah Tsanawiyah, AAP, yang diikuti dengan pembunuhan. Pihak kepolisian telah membongkar kejadian tersebut dan menangkap pelaku, AR, yang merupakan paman kandung korban.
Sementara, pada awal Oktober ini, seorang siswi Sekolah Dasar, PNF (9), tewas setelah diperkosa dan dibunuh oleh tersangka AD. Kepada polisi, AD menjelaskan mengajak korban ke bedeng tempat tinggalnya dan kemudian memperkosa di atas kasur.
Ketika PNF berteriak, pelaku panik dan menjerat leher korban dengan kabel hingga tewas.
(utd)