Sikap Parlemen Terbelah Soal RUU Pekerja Rumah Tangga

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 14:57 WIB
Komnas Perempuan menyoroti pentingnya perhatian khusus bagi pekerja rumah tangga anak-anak.
Sejumlah PRT (Pekerja Rumah tangga) yang tergabung dalam JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi PRT) melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali memasukkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menyusul maraknya aksi kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Kendati demikian, pro dan kontra soal urgensi dibahas dan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) masih mengemuka di gedung parlemen, Senayan, Jakarta.

"Sebelumnya RUU PPRT sudah masuk Prolegnas 2015 namun kemudian dikembalikan lagi oleh Baleg. Sekarang, RUU ini menjadi prioritas Prolegnas Perubahan di 2016," kata Anggota Komisi IX DPR, Irma Chaniago saat konferensi pers di kantor Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Jakarta, Minggu (14/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irma mengakui saat ini di DPR masih ada pihak yang pro dan kontra soal urgensi dibahas dan disahkannya RUU PPRT. Sebagian kelompok merasa RUU ini sangat penting agar hak-hak PRT dan majikan bisa terpenuhi.

Sementara kelompok lainnya, lanjut Irma, merasa khawatir soal pembagian kerja dan penggajian. Dengan adanya pembagian tugas PRT yang jelas dalam RUU ini, sejumlah anggota dewan mengkhawatirkan majikan diharuskan memberikan gaji yang sangat tinggi.

"Dalam RUU ini, nantinya tugas PRT akan jelas, misalnya masak, bersih-bersih, atau mencuci baju. Ada yang khawatir kalau PRT mengerjakan semuanya maka majikannya harus bayar berkali-kali lipat," kata Irma.

Mengenai hal itu, Irma berpendapat majikan tidak perlu khawatir karena DPR akan memikirkan solusi yang adil bagi semua pihak.

"Soal pembagian tugas PRT di luar negeri mungkin bisa diterapkan, tetapi di Indonesia belum bisa. Kalau ada pembagian tugas malah akan kontraproduktif. Apalagi, Indonesia saat ini sedang kekurangan lapangan kerja," tuturnya.

Lebih lanjut, Irma berharap PRT pun bisa bekerja lebih profesional. Ia menilai saat ini masih banyak PRT yang berhenti kerja sesuka hati dan tidak mengerjakan tugasnya dengan baik.

Di sisi lain, Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus berpendapat PRT anak harus mendapatkan perhatian khusus. Ia menegaskan hak-hak anak harus tetap terpenuhi meskipun bekerja sebagai PRT.

"Harus diatur sistem perlindungan anak dalam RUU tersebut. Misalnya, PRT anak hanya diperbolehkan bekerja selama empat jam dalam sehari dan tetap mendapatkan hak untuk sekolah dan pengasuhan dari orang tuanya," tuturnya. (ags)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER