Jakarta, CNN Indonesia -- Penulis novel senior, Remy Sylado, menolak rencana penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo, Jakarta Utara. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rencananya akan menertibkan kawasan Kalijodo yang dianggap memasuki jalur hijau dan menggantinya dengan taman.
“Prostitusi bagian dari kehidupan perkotaan, tidak perlu munafik dengan berupaya menghilangkannya,” kata Remy dihubungi CNNIndonesia, Selasa (16/2/2016).
Remy pernah membuat penelitian di Kalijodo, Jakarta Utara. Penelitian dibuat khusus untuk novel berjudul Cau Bau Kan yang terbit tahun 2001. Selain wawancara dan riset di lapangan, Remy juga mengandalkan berbagai literatur dari Arsip Nasional.
Dari penelitian ini, dia paham bagaimana sejarah Kalijodo. Menurut Remy, bila ingin menggusur Kalijodo, sebaiknya pemerintah menyediakan tempat khusus pelacuran. Menurut dia, beberapa kota besar di dunia sudah menerapkan daerah tertentu sebagai lokasi khusus pelacuran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pengawasan lebih terjaga, ini pun bisa memberi pemasukan bagi pemerintah daerah,” kata Remy.
Pelacuran, kata Remy tak akan bisa dihilangkan. “Usianya sama dengan peradaban manusia,” kata dia.
Kawasan Kalijodo yang saat ini menjadi kawasan pelacuran sudah melalui sejarah panjang. Menurut Remy, muasalnya para pria etnis Tionghoa yang melarikan diri dari Mansuria datang ke Batavia.
“Mereka melarikan diri ke Batavia tanpa membawa istri, sehingga mereka mencari gundik atau pengganti istri di Batavia,” kata Remy.
Dalam proses pencarian gundik itu, etnis Tionghoa itu kerap bertemu di kawasan bantaran sungai. Tempat yang dijadikan pertemuan pencarian jodoh itulah yang kemudian dinamakan Kalijodo.
Para calon gundik ini merupakan perempuan lokal. Biasanya para perempuan itu menarik pria etnis Tionghoa dengan menyanyi lagu-lagu klasik Tionghoa di atas perahu yang tertambat di pinggir kali.
Deskripsi ini terdapat dalam buku Cau Bau Kan saat menggambarkan kegiatan tokoh utama bernama Tinung yang mengais rezeki di Kalijodo. Menurut Remy, pada masa itu pekerja perempuan yang akan menjadi gundik disebut Cau Bau. Cau Bau bukanlah pelacur, meskipun di lokasi itu berlangsung aktivitas seksual dengan transaksi uang.
“Cau Bau artinya hanya perempuan. Pada masa itu tidak ada ukuran yang disebut sebagai pelacuran,” katanya. Istilah Cau Bau ini sama dengan Geisha dalam kebudayaan Jepang.
Pada abad 20, Kalijodo berkembang sebagai tempat hiburan yang tidak hanya diincar para pria asal etnis Tionghoa. Kalijodo yang dekat dengan pelabuhan menjadi tempat hiburan bagi para kuli pelabuhan saat kapal bersandar di Sunda Kelapa. Lama kelamaan, Kalijodo terkenal sebagai daerah pelacuran. Apalagi setelah pemerintah menutup lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak ditutup pada 1999.
(yul)