Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komisaris Jenderal Tito Karnavian, mengatakan pemerintah dan DPR perlu mempertimbangkan keamanan negara dan hak asasi warga negara pada revisi Undang-Undang Antiterorisme.
Revisi undang-undang itu menuai polemik karena masa penangkapan dan penahanan bertambah menjadi enam bulan yang seharusnya empat bulan.
"Terjadi fenomena
zero sun game antara
civil liberty (kebebasan masyarakat) dengan
national security (keamanan nasional), artinya harus ada sesuatu yang dikorbankan," kata Tito di Jakarta, Selasa (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito menuturkan, jika keamanan nasional dianggap lebih penting, maka kebebasan masyarakat akan berkurang. Ia berkata, hal sebaliknya terjadi jika kebebasan warga disebut lebih penting.
Tito meminta DPR dan masyarakat mempertimbangkan dua hal tersebut dengan kondisi keamanan negara saat ini, antara lain aksi teror Thamrin dan kelompok teror Mujahidin Indonesia Timur.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu berkata, kalau pemerintah dan DPR sepakat mendahulukan keamanan nasional, kebebasan masyarakat harus dikurangi, salah satunya dengan penambahan masa pengamanan.
"Tapi kalo dianggap aman ya tidak apa-apa juga. Kalo ada apa-apa ya tanggung jawab," ujarnya.
Tito menambahkan, penambahan masa tahanan penting karena kompleksitas jaringan terorisme yang sudah terhubung secara internasional.
(abm)