'Laporan Kekerasan Seksual Disabilitas Sering Tak Ditanggapi'

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 12 Mei 2016 15:34 WIB
Pendamping korban HWDI Revita Alfi mengaku laporan diabaikan karena seringkali kejadian dianggap atas dasar suka sama suka dan adanya hambatan komunikasi.
Sejumlah penyandang disabilitas mengikuti rangakaian acara Hari Disabilitas, yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta, Rabu, 10 Desember 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pendamping korban Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Revita Alfi mengaku laporan korban kekerasan seksual yang menyandang disabilitas seringkali tidak ditanggapi oleh pihak kepolisian.

Revita menuturkan, organisasinya selama ini telah bekerjasama dengan LBH APIK, lembaga advokasi non profit bergerak di isu perempuan, untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual yang dialami para penyandang disabilitas di berbagai daerah.

"Namun, pada saat kami bersama korban datang melapor kepada polisi sering tidak ditanggapi, karena dianggap suka sama suka dan sering mendapat hambatan komunikasi," ujar Revita di Jakarta Pusat, Kamis (12/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para korban yang menyandang disabilitas yang kebanyakan adalah perempuan ini, ujar Revita, mayoritas tidak mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Hal yang lebih buruk terjadi kepada penyandang tuna rungu dan tuna wicara yang tidak mendapatkan ijazah Sekolah Luar Biasa (SLB).

Revita berpendapat, selama ini akses dalam menangani kasus perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual masih sulit, namun tetap bisa diupayakan. Ia menceritakan, untuk penyandang tuna rungu, pengungkapan kasus dilakukan dengan melakukan reka adegan dan memberikan gambar-gambar.

"Korban harus mendeskripsikan dan melakukan verifikasi dengan menunjukkan gambar, dan bahkan kami ikut saat pemeriksaan visum. Pernah juga (kami ikut serta) saat penangkapan (pelaku), karena korban hanya bisa menunjukkan jalan untuk menuju ke lokasi kejadian," katanya.

Sementara itu, salah seorang aktivis HWDI yang menyandang tuna rungu yang juga hadir dalam acara tersebut mengaku banyak mendapatkan laporan dari korban yang menyandang disabilitas.

"Banyak yang laporan ke saya, banyak anak tuli yang mengalami kekerasan seksual. Ketika kami melapor, banyak (petugas kepolisian) yang menertawakan, karena ekspresi kami yang dianggap lucu saat menceritakan kronologi kejadian," ujar aktivis tersebut menggunakan bahasa isyarat.

Oleh karena itu, aktivis tersebut merasa terpanggil untuk membantu para korban kekerasan, terutama kasus-kasus pemerkosaan. (utd)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER