Lembaga Konservasi Satwa Didesak Perbaiki Sistem Pemeliharaan

Riva Dessthania | CNN Indonesia
Selasa, 17 Mei 2016 10:53 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta seluruh BBKSDA mengevaluasi lembaga konservasi satwa di seluruh Indonesia.
Perawat memberi buah ke Sasa simpanse betina (Pan troglodytes) asal Afrika koleksi Kebun Binatang Surabaya yang sakit di dalam kandang perawatan Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, April 2015. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengimbau seluruh lembaga konservasi untuk meningkatkan manajemen pengelolaan dan pemeliharaan satwa. Kematian satwa di lingkungan konservasi tidak boleh terjadi lagi.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Bambang Dahono Adji mengatakan, kementeriannya meminta semua Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) mengevaluasi institusi konservasi satwa.

Merujuk data direktoratnya, ia berkata, tidak sedikit lembaga konservasi satwa harus dibenahi. "Kami harus mengantisipasi lembaga konservasi yang tidak berizin lalu membenahi sistem pengelolaan mereka," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (16/5).
Menurut dokter hewan yang bekerja di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, Berta Alviyanto, lembaga konservasi sepatutnya memiliki prosedur dan standar operasional khusus dalam memelihara satwa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prosedur penanganan hewan, kata Bertha, terdiri dari penanganan rutin dan insidental.

Bertha menuturkan, penanganan rutin mencakup upaya preventif atau penanggulangan, seperti pemberian vaksin dan pemeriksaan sampel organ pada hewan.

Menurutnya, lembaga konservasi satwa juga wajib memiliki dokter hewan. Keberadaan dokter hewan tersebut penting untuk menanggulangi kejadian insidental.

"Ketika ada kasus insidental pada hewan, dokter yang berjaga harus cepat tanggap menangani," ucapnya.

Bertha memaparkan, koordinasi antara dokter hewan dengan keeper (penjaga hewan), sebagai pihak yang mengetahui secara langsung kondisi hewan jagaannya, mempengaruhi perawatan kesehatan satwa.
Keeper, kata Bertha, wajib memiliki catatan harian kondisi hewan yang akan menjadi pedoman riwayat kesehatan satwa tersebut. Ia berkata, catatan itu akan memudahkan dokter hewan mendiagnosa penyakit serta penanganan yang tepat.

Merujuk sistem pengelolaan Gembira Loka, Bertha mengatakan, empat dokter hewan menangani sekitar 1500 satwa di kebun binatang yang berada di Kecamatan Kotagede itu.

Setiap hari, kata Bertha, satu dari empat dokter hewan itu wajib bertugas. Keempat dokter itu pun harus menguasai seluruh riwayat kesehatan satwa yang ada.

"Setiap dokter harus tahu pengobatan apa yang pernah diterapkan pada satwa," ujarnya.

Pekan lalu, gajah bernama Yani mati di Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat. Gajah berusia 34 tahun itu kehilangan nyawa setelah selama sepekan tergeletak di kandangnya.

Kepala Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Sri Mujiarti Ningsih, menduga kualitas pakan yang buruk berefek negatif pada kesehatan Yani.

"Jadi radang paru-paru yang dialami oleh Yani ini kemungkinan dikarenakan manajemen pakan yang buruk. Harus ada perbaikan pakan atau makanan," ujarnya seperti dikutip Antara.
Tak hanya di Bandung, persoalan kesejahteraan hewan disebut juga tengah terjadi di Gembira Loka. Seorang penjaga harimau di kebun binatang itu diduga menggelapkan anggaran makan sejumlah satwa.

Berbagai permasalahan ini muncul menyusul sejumlah persoalan yang pernah muncul di kebun binatang lain, seperti Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. (abm)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER