Jakarta, CNN Indonesia -- Video pelatihan militer terhadap sejumlah anak berwarga negara Indonesia yang diduga dirilis kelompok radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) disebut bekas petinggi kepolisian melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mantan Kepala Subdirektorat Cyber Crime Polri, Rahmat Wibowo, dugaan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pembuat dan penyebar video tersebut. Ia berkata, para pelaku dapat terjerat pasal 87 dan pasal 63 UU Perlindungan Anak.
"Para pelaku jelas melanggar, mereka telah mengeksploitasi anak untuk kepentingan militer dan kegiatan yang berbau kekerasan," ujar Rahmat saat dihubungi, Kamis (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua pasal menyatakan, setiap orang yang secara merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan politik serta pelibatan peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.
Tidak hanya itu, Rahmad menduga, para pembuat dan penyebar video itu juga melanggar UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik.
"Mereka melanggar karena menyebarkan konten negatif kepada masyarakat," ucapnya.
Rahmat mengimbau kepolisian untuk segera menindaklanjuti beredarnya video tersebut.
Menurut Rahmat, masyarakat juga dapat mengadukan penyebaran video itu agar segera pemerintah dapat memblokir video yang diunggah ke situs Youtube tersebut.
"Ada aturan Kementerian Komunikasi dan Informasi tentang konten negatif, karena ini (video) telah masuk ranah negatif maka sudah sepatutnya diadukan untuk segera diblokir," ujar Rahmad.
Diberitakan sebelumnya, pada video tersebut terlihat anggota ISIS melatih kemampuan menembak anak-anak yang dapat berbahasa Indonesia.
Pada bagian akhir video, seorang pria muda terlihat menyampaikan pesan kepada pemerintah Indonesia. Ia meminta pemerintah waspada karena ISIS disebutnya akan melancarkan serangan ke Indonesia.
(abm)