Jakarta, CNN Indonesia -- Badan usaha dan badan hukum yang beroperasi di Indonesia wajib didaftarkan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum dan Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham).
Kemkumham sedang menyiapkan mekanisme untuk mengungkap pengendali utama di setiap perusahaan (
beneficial ownership), salah satunya untuk membantu penegak hukum dan lembaga keuangan mengungkap kejahatan keuangan maupun tindak pidana.
Kepala Subdirektorat pada Ditjen AHU Kemkumham Hendra Gurning mengatakan, ada dua poin yang disiapkan terkait pengungkapan
beneficial ownership yaitu mekanisme siapa penerima manfaat dan memastikan informasi tersebut dapat digunakan oleh lembaga keuangan dan lembaga hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua poin tersebut merupakan tindak lanjut atas Rekomendasi (TAFT) Nomor 23 tentang
Beneficial Ownership.
Hendra menjelaskan, untuk memastikan kesiapan dua poin tersebut, Subdirektoratnya sedang menyempurnakan daftar isian dalam aplikasi online pendaftaran perusahaan. “Ada upaya untuk analisis dan penilain tentang siapa pemilik dana dari perusahaan dan struktur perusahaan,” kata Hendra ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (16/6).
Ditjen AHU memanfaatkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 PP tersebut menjelaskan, notaris termasuk pihak yang wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa.
Menurut Hendra, notaris adalah profesi yang diberi kewenangan mengakses pendirian badan hukum perseroan terbatas, yayasan, maupun perkumpulan. “Jadi dengan isian aplikasi itu, notaris harus melakukan
risk assessment terhadap kliennya, terhadap perusahaan yang menggunakan jasa dia,” tutur Hendra.
“Dengan tampilan baru AHU Online, notaris harus memeriksa terlebih dahulu kliennya, benar atau tidak orang tersebut sebagai pemegang saham, pemilik perusahaan, dan sumber dana pendirian perusahaan dari mana.”
Terkait akses bagi lembaga keuangan dan penegak hukum atas informasi mengenai
beneficial ownership tersebut, Hendra memastikan sistem AHU sudah terbuka bagi publik. “Jadi dengan ada isu
beneficial ownership ini, kami memastikan kembali posisi AHU yang terbuka,” ujarnya.
Dia mencontohkan kerja sama keterbukaan akses informasi yang sudah terjadi antara Ditjen AHU dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan kerja sama itu, KPK dan PPATK tidak perlu lagi bersurat untuk mengakses segala informasi resmi di Ditjen AHU secara online.
Saat ini, Ditjen AHU juga tengah menyiapkan nota kesepahaman (MoU) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk keterbukaan akses informasi. Inisiatif MoU datang dari OJK pada Mei lalu. “Tinggal menunggu aturan teknis dan agenda lanjutan dengan OJK,” tutur Hendra.
Isu beneficial ownerhsip mengemuka di Konferensi Brisbane pada November 2014. Ketika itu, para pemimpin Kelompok 20 (G20) mengadopsi Prinsip Transparansi
Beneficial Ownership dan sepakat bahwa transparansi keuangan adalah isu “prioritas tinggi.”
Prinsip G20 tersebut dilandasi oleh rekomendasi FATF) yan merupakan panduan standar internasional yang ada saat ini untuk melawan pencucian uang.
Isu tersebut kembali mengemuka setelah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin disebut sebagai salah satu contoh kasus yang melibatkan
beneficial ownership. Nazar merupakan pemilik sejumlah perusahaan yang berada di bawah naungan Permai Group.
Dalam dokumen resmi perusahaan, nama Nazar tidak tercatat sebagai pemilik. Namun dia telah divonis enam tahun penjara untuk perkara pencucian uang dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu lalu (15/6).
Dalam sidang terungkap, ada 42 rekening yang menjadi tempat persembunyian uang Nazar, di antaranya PT Pasific Putra Metropolitan, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technologi Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, PT Dulamayo Raya, PT Buana Ramosari Gemilang, PT Nuratindo Bangun Perkasa, PT Anugerah Nusantara, PT Marell Mandiri, PT Panahatan, PT City Investment, PT Alfindo Nuratama, PT Borisdo Jaya, PT Darmo Sipon, PT Putra Utara Mandiri, Neneng Sri Wahyuni, Amin Handoko, dan Fitriaty Kuntana.
(rdk)