KPK Ingatkan Pemda Hati-Hati Beri Diskresi

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2016 02:46 WIB
KPK mengingatkan, diskresi Pemda harus mempertimbangakan dua aspek, yaitu tidak ada payung hukum yang mengatur dan dalam kondisi yang mendesak.
Caption Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) bersama Wakil Ketua Laode Syarif (kanan) memberikan keterangan terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang melbatkan Anggota DPRD DKI Jakarta di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 1 April 2016. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan Kepala Daerah untuk mempertimbangkan secara matang sebelum mengeluarkan diskresi anggaran agar tidak terjadi pelanggaran hukum.

Peringatan tersebut merupakan tanggapan KPK atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta tidak ada kriminalisasi terhadap Kepala Daerah yang mengeluarkan kebijakan diskresi.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kebijakan diskresi sejatinya bisa dilakukan oleh setiap Kepala Daerah. Namun, kebijakan diskresi harus mempertimbangakan dua aspek, yaitu tidak adanya peraturan yang mengatur kebijakan terkait dan dalam kondisi yang mendesak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diskresi itu tidak boleh dilakukan jika peraturannya ada dan dalam kondisi yang terpaksa benar," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/7).

Agus menuturkan, kebijakan diskresi yang diambil Kepala Daerah bisa terjadi kapan saja. Agar tidak terjadi pelanggaran, tegasnya, Kepala Daerah harus memahami Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang di dalamnya juga mengatur tentang pelaksanaan kebijakan diskresi.

Selain itu, lanjutnya, Kepala Daerah juga bisa melakukan kontrak tahun jamak yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan guna mengantisipasi penyalahgunaan anggran yang berujung pada kerugian negara.

Lebih lanjut, Agus mencontohkan, salah satu kasus kebijakan diskresi yang kerap menjerat Kepala Daerah, yaitu soal penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan yang jatuh sekitar bulan Oktober.

Padahal, kata dia, realisasi kebijakan diskresi dengan dana APBN Perubahan harus mempertimbangan kebijakan penggunaan anggaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, agar tidak menabrak aturan yang berlaku.

Oleh karena itu, Agus berharap ada pembenahan sistem yang dilakukan oleh setiap daerah guna meminimalisir dilakukannya kebijakan diskresi.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, Presiden Jokowi memerintahkan kepada aparat penegak hukum tidak mengkriminalisasi eksekutif di daerah yang menjalankan pembangunan.

Dia mengatakan, sekitar Rp246 triliun anggaran yang transfer ke daerah mengendap di bank-bank daerah. Seharusnya, dana itu digunakan untuk pembangunan daerah karena pemerintah pusat juga mencari tambahan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Ada uang sebegitu besar tidak dijalankan kenapa? Mereka takut (terkana pidana) menggunakan uang itu," ujar Pramono.

Sehingga Jokowi, kata Pramono, meminta aparat mendukung optimalisasi anggaran daerah untuk pembangunan dengan tidak mengkriminalisasi agenda-agenda pemerintah daerah. "Tetapi kalau benar-benar salah ya tangkap. Kalau mencuri ya penjarakan," ujarnya. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER