ANALISIS

Inkonsistensi Ahok dan Angin Segar dari Megawati

Basuki Rahmat | CNN Indonesia
Jumat, 19 Agu 2016 08:54 WIB
Dengan pemegang kuasa di tangan Megawati, Ahok terus melakukan pendekatan personal. Paling mutakhir, pendekatan dilakukan saat momentum perayaan 17 Agustus.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat meresmikan kantor baru DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin, 1 Juni 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua bulan sebelum masa pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta dari jalur partai politik, dukungan dari tiga partai sudah dikantongi kandidat petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sokongan suara dari Partai Hanura, NasDem, dan Golkar dengan total jumlah 24 kursi di DPRD DKI Jakarta sudah bisa mengantarkan Ahok untuk maju melalui jalur partai.

Bagi Ahok, dukungan dari ketiga partai itu sudah sangat cukup untuk bertarung memperebutkan kembali kursi penguasa ibu kota negara. Bahkan Ahok yang mengaku bisa sejak awal maju ke Pilgub Jakarta 2017 tanpa partai karena telah memenuhi persyaratan untuk bisa maju melalui jalur perseorangan, mengklaim tak masalah bila tidak memperoleh dukungan dari PDI Perjuangan.

Pernah datangnya tawaran dukungan dari PDIP juga ditolak Ahok karena mensyaratkan harus mengikuti mekanisme di internal PDIP. Tak sedikit kader PDIP yang mengaku merasa tersinggung dengan penolakan mentah-mentah dari Ahok. Elite PDIP di tingkat kepengurusan pusat juga menyuarakan penolakan untuk Ahok. Di level pengurus daerah PDIP Jakarta, sudah secara tegas dan blak-blakan menolak sosok Ahok.
Penolakan frontal pun ditunjukkan oleh pentolan PDIP untuk ajang pemilihan kepala daerah, Bambang DH. Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu itu turut menyanyikan ye-yel ‘Ahok Pasti Tumbang’ bersama para pengurus PDIP. Banyak kader yang ingin membuat Ahok seolah menjadi mati angin di PDIP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah kerasnya penolakan, namun nama Ahok masih kerap didengungkan bakal didukung oleh PDIP. Faktor kedekatan Ahok dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi suatu kekuatan besar bagi Ahok bisa terus berharap meraih dukungan dari PDIP.

Dalam beberapa kesempatan, Ahok dengan nada bangga juga acap menyatakan kedekatannya dengan sang penentu segala keputusan penting di PDIP itu. Lebih dari sekadar dekat, Ahok bahkan mengaku orangnya Megawati.

Bagi Ahok untuk bisa dekat dengan Megawati tak harus menjadi bagian di tubuh PDIP dalam jangka waktu lama, termasuk untuk menjadi kader PDIP tulen atau kader ideologis. "Dari dulu-dulu dari zamannya habis reformasi aku juga enggak masuk PDIP. Tapi yang jelas saya orangnya Bu Mega," ucap Ahok pada awal Juni 2016 lalu.
Dengan pemegang kuasa sepenuhnya ada di tangan Megawati, Ahok terus melakukan pendekatan personal. Paling mutakhir, pendekatan dilakukan saat momentum perayaan 17 Agustus, kemarin. Dari pertemuan di markas partai berlambang banteng moncong putih itu, Ahok mendapat angin segar.

Perkembangan signifikan sinyal dukungan diperoleh Ahok dari hasil merapat ke Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tempat Megawati berada saat itu. Ahok mengungkapkan bahwa Megawati lebih cenderung sama petahana. Artinya, sang ketua umum mengisyaratkan memberi dukungan kepada dirinya.

Lebih dari itu, kata Ahok, ”Yang pasti Bu Mega ngomong nggak perlu fit and proper test dan enggak perlu mendaftar karena aku sudah pernah terdaftar di tahun 2012. Itu Bu Mega ngomong.”
Peluang Ahok mendulang dukungan dari partai pemenang pemilu legislatif 2014 di ibu kota itu saat ini semakin terbuka lebar. Ahok sudah mendapat angin dari Megawati sesuai yang diharapkan. Restu berupa dukungan dari Megawati memang sangat dibutukan Ahok agar benar-benar bisa mengamankan posisinya.

Ancaman kalah bahkan gagal maju Pilkada DKI Jakarta masih sangat mungkin terjadi bila Ahok tak meraup dukungan dari PDIP. Meski secara resmi sudah meraih dukungan dari tiga partai, Ahok sangat menyadari bukan tak mungkin digembosi. Bila salah satu partai penyokongnya menarik dukungan, bisa tamat riwayatnya untuk maju pilkada karena syarat dukungan minimal 22 kursi di DPRD tak dipenuhi.
Terus merapatnya Ahok ke Megawati ini memunculkan nada miring dari sebagian fungsionaris PDIP. Ahok sebelumnya pernah menyatakan tak menunggu dukungan PDIP. Ketika itu Ahok menegaskan bahwa sudah fix mendapat dukungan dari tiga partai sehingga tak perlu dukungan dari PDIP.

Namun nyatanya, belum genap sebulan setelah mengeluarkan perkataan itu, Ahok menyambangi kantor PDIP untuk berharap meraih dukungan. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengakui Ahok mengharapkan mendapat dukungan dari PDIP.

Keputusan Ahok ketika memilih jalur partai dengan meninggalkan jalur independen —yang sebelumnya gencar digaungkan Ahok— juga memantik reaksi negatif dari kalangan petinggi PDIP. Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun terang-terangan menganggap Ahok tak konsisten sehingga tak selayaknya meraih dukungan PDIP.

Tapi pilkada adalah pertarungan perebutan kekuasaan, yang mungkin menjadi sulit untuk membedakan antara inkonsisten dengan segala upaya untuk mempertahankan kekuasaan. Pendekatan ke Megawati pun bakal terus dilancarkan Ahok hingga nantinya resmi dideklarasikannya dukungan. Dan seberapa pun besarnya penolakan terhadap Ahok dari para kader PDIP pada akhirnya nanti keputusan tetap di tangan Megawati seorang.
Segala kemungkinan memang masih bisa terjadi ke depannya meski kini Ahok sudah berada di atas angin. Namun yang jelas “tak ada makan siang yang gratis”. Pastinya ada saling timbal balik antara Ahok dan Megawati, dan tentunya juga seluruh kader tanpa terkecuali wajib mematuhi dan mengikuti titah Megawati.

Termasuk harus bisa menelan "pil pahit" perkataan Ahok yang belum genap 10 hari dilontarkan yaitu soal keserakahan bila terus ingin menambah dukungan dari PDIP. "Kalau kamu punya istri tiga. Udah tiga masih merasa ditinggal? Gimana (bagaimana) coba? Serakah amat sih, tiga masih merasa kurang.” (obs/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER