Kaji Dua Kewarganegaraan, Negara Jangan Lupakan Identitas

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Jumat, 19 Agu 2016 11:36 WIB
Rasa cinta terhadap Indonesia tidak bisa dikait-kaitkan langsung dengan dua kewarganegaraan. Dibutuhkan kajian mendalam dan melibatkan publik.
Bendera Merah Putih berkibar di puncak tugu Monas. (Detikcom/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana yang dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengkaji peluang menganut dwikewarganegaraan mendapat respons beragam dari sejumlah pihak. Anggota Komisi I DPR Meutia Viada Hafid mengatakan, memilih identitas menjadi faktor penting dalam kajian mengenai dua kewarganegaraan.

“Identitas biasanya satu, tidak bisa banyak, seperti dua kewarganegaraan atau lebih. Untuk itu dikaji dulu saja, baru setelah itu bisa diputuskan,” kata Meutia ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (19/8).

Meutia mengakui wacana tersebut akan selalu menyulut kontroversi. Dia memahami setiap pihak yang punya beragam pendapat, termasuk mereka yang sependapat agar Indonesia membolehkan dua kewarganegaraan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Meutia, di waktu yang akan datang, diprediksi dunia memang akan semakin terbuka. Bahkan keterbukaan itu sudah terlihat saat ini ketika Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN telah melakukan perdagangan bebas untuk barang dan jasa.

“Akan ada juga pertukaran manusia, ke depan arahnya memang ke sana. Maka kita harus lihat kesiapan dan tingkat penerimaan di masyarakat soal ide ini,” ujar Meutia.

Dia berpendapat, rasa cinta terhadap Indonesia tidak bisa dikait-kaitkan langsung dengan dua kewarganegaraan. Warga yang melepas paspor Indonesia tidak dapat disimpulkan begitu saja sebagai orang yang tidak lagi mencintai tanah air.

“Karena bisa jadi, memiliki paspor negara lain karena kebutuhan, untuk keperluan beasiswa misalnya. Jadi hal itu tidak bisa dipakai untuk mengukur rasa cinta terhadap negara,” tuturnya.

Meutia mengaku isu dua kewarganegaraan merupakan hal yang sensitif dan akan terus menerus menjadi kontroversi di publik. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat kontroversinya adalah dengan meminta universitas, lembaga pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya untuk terlibat dalam melakukan kajian.

“Tidak bisa langsung dilakukan dalam waktu dekat aturan mengenai dua kewarganegaraan. Saya prinsipnya mana yang dikehendaki oleh masyarakat banyak. DPR bisa mengolah masukan dari publik,” ujarnya. (rdk)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER