Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengusulkan kenaikan harga dan cukai rokok dapat dialokasikan sebagian besar untuk pengobatan sakit akibat rokok melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hasbullah Thabrany, Ketua PKEKK, mengatakan riset lembaga itu menyatakan 76 persen responden setuju berhenti merokok jika harga per bungkus rokoh adalah Rp50.000. Dengan adanya kenaikan harga dan cukai, sambungnya, diusulkan dana itu dapat dikembalikan ke masyarakat.
Hasbullah menegaskan sebagian besar konsumen rokok adalah pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) yakni nelayan, petani, atau pekerja informal lainnya. PKEKK, sambungnya, mengusulkan sekitar 40 persen—50 persen dana cukai itu dikembalikan untuk pengobatan melalui JKN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, penelitian PKEKK merekomendasikan kenaikan harga dan cukai rokok karena untuk memutus rantai kemiskinan dan melindungi generasi muda. Alokasi dana itu dapat digunakan untuk perlindungan kesehatan, kampanye hidup sehat serta pendidikan petani tembakau.
“Kami mengusulkan 40 sampai dengan 50 persen itu dana dialokasikan untuk JKN terutama bagi pekerja BPU,” kata Hasbullah ketika dihubungi CNNIndonesia.com di Jakarta, Senin (22/8).
PKEKK menyatakan selama ini sekitar 60 persen lebih perokok justru berasal dari kalangan miskin dan sekitar 30 persen lebih anak-anak merokok di bawah usia 10 tahun. Lembaga itu juga menegaskan rokok di Indonesia dijual murah untuk menarik perokok pemula.
PKEKK menyatakan, semakin murah rokok, maka semakin banyak pula konsumsi dan memperbanyak perokok. Hasbullah menuturkan peningkatan harga rokok juga tak akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), karena yang terjadi adalah efisiensi perusahaan dengan menggantikan tenaga manusia dengan mesin.
(asa)