Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan menemukan dugaan pelanggaraan pemanfaatan lahan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Bali. Sekitar 32.258 meter persegi lahan Tahura disebut BPK dimanfaatkan oleh perseorangan dan desa adat tidak sesuai peruntukkan.
Bahkan, 16 individu dan desa tersebut memiliki izin sertifikat tanah. "BPK menemukan ada fasilitas publik, swasta, dan lahan milik pribadi yang menyalahi peruntukkan lahan di Tahura," kata anggota IV BPK Rizal Djalil di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (26/9).
Pemanfaatan sejumlah lahan itu telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Pasal 36 PP Nomor 28 tahun 2011 menjelaskan, Tahura dapat dimanfaatkan di antaranya untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi; pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi; koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah.
Namun kenyatannya, lanjut Rizal, BPK menemukan 14 fasilitas publik yang menduduki sekitar 187,5 ha lahan di Tahura. Sebanyak 14 fasilitas publik itu milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN. Sekitar 0,08 hektare disalahgunakan oleh pihak swasta/perusahaan.
"Jadi ada yang digunakan sebagai lahan pribadi, kantor, waduk, TPA Sampah, gardu pembangkit listrik, dan lain-lain," ucap Rizal.
Untuk itu, lanjut Rizal, BPK mendorong pemerintah sesegera mungkin menyelesaikan persoalan proses pinjam pakai lahan di Tahura. Pemerintah juga diminta melakukan koordinasi pada level pusat dan daerah terkait pengembalian pemanfaatan lahan Tahura sesuai zona peruntukannya (konservasi).
"Ya kalau kami sudah jelas (ada indikasi pelanggaran), itu taman hutan rakyat. Kami sedang telusuri kenapa di Tahura bisa keluar sertifikat tanah khususnya untuk perorangan."
Potret Masalah AgrariaMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, pelanggaran Tahura Ngurah Rai ini merupakan permasalahan kompleks yang merupakan potret persoalan alih fungsi lahan di Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berupaya melakukan penyelesaian penyalahgunaan lahan ini. Salah satunya melalui penertiban.
Siti menyatakan, KLHK akan melakukan pembinaan dan mediasi terkait penyelesaian peyalahgunaan pemanfaatan lahan di Tahura Ngurah Rai ini. Langkah penegakan hukum merupakan pilihan terakhir dalam proses penyelesaian.
"Intinya kami mau lakukan penertiban. Kalau bisa dengan pembinaan dan mediasi. Kalau tidak baru kami lakukan penegakan hukum," ujar Siti.
Penyelesaian permasalahan penyalahgunaan lahan di Tahura ini, kata Siti, fokus pada pengembalian fungsi ekologis dari Tahura.
Menurutnya, bobot ekologis menjadi hal utama dalam permasalahan agraria di Provinsi Bali karena pulau dewata ini merupakan situs wisata Indonesia yang paling berpengaruh, khususnya dalam sektor pariwisata Indonesia.
Penyelesaian permasalahan Tahura Ngurah Rai, kata Siti, akan menjadi model penyelesaian permasalahan-permasalahan pemanfaatan lahan konservasi lainnya di Indonesia. Untuk itu penyelesaian Tahura Ngurah Rai diharapkan bisa komperhensif.
"Untuk bali, Tahura Ngurah Rai bisa jadi model melangkah selanjutnya. Pendekatan yang cocok mana apakah mediasi, penertiban, sampai penegakan hukum," kata Siti.
Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang Yuswanda A. Temanggung mengatakan, rekomendasi dan hasil pemeriksaan BPK akan menjadi rujukan penyelesaian permasalahan di Tahura Ngurah Rai.
Dalam penyelesaian ini, kepentingan umum khususnya masyarakat adat menjadi yang paling penting dan harus diperhatikan.
"Prinsip dasar (penyelesaian) itu membangun bobot fungsi ekologis. Kepentingan umum dan hak masyarakat juga satu keharusan. Kami akan tindak lanjuti sesuai rekomendasi," kata Yuswanda.
(rel/rdk)