Jakarta, CNN Indonesia -- Dewi Coriyati, anggota Komisi VII DPR, mendorong pemerintah segera untuk meratifikasi Perjanjian Paris karena menyangkut masalah perubahan iklim dunia yang harus ditanggapi dengan serius.
"Kami dari Komisi VII sebenarnya secara informal telah melakukan kesepakatan (terkait Persetujuan Paris). Undang-Undang ini penting untuk bangsa Indonesia, karena Indonesia negara kepulauan. Kalau tidak nanti bisa ada pulau kita yang tenggelam," kata Anggota Komisi VII DPR Dewi Coriyati dalam diskusi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis (6/10).
Dewi juga menyatakan bahwa beberapa fraksi sangat mendukung ratifikasi Perjanjian Paris agar segera disahkan menjadi undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua fraksi di Komisi VI akan mempercepat ratifikasi ini. Kami tidak perlu ragu (untuk meratifikasi) karena ini kepentingan kita semua," kata Dewi.
Persetujuan Paris yang dihadiri oleh anggota PBB merupakan konferensi yang menyetujui pembatasan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius. Setiap negara yang setuju harus mereduksi emisi untuk mencegah perubahan iklim yang semakin panas.
Sampai saat ini sudah ada 74 negara yang setuju dengan Persetujuan Paris. Jumlah itu mencapai angka 58 persen dari emisi global.
Pemerintah Indonesia pun telah menandatangani Perjanjian Paris pada 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Implikasi dari persetujuan itu, Indonesia harus meratifikasi dalam bentuk undang-undang.
Dibahas di SetnegMenteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, saat ini berkas Perjanjian Paris sudah berada di Kementerian Sekretaris Negara dan segera diberikan kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
"Pembahasan di antara kementerian sudah selesai. Presiden dan wapres 'tensinya' luar biasa untuk lingkungan. Paling besok (amanat presiden) selesai," kata Siti.
Setelah melewati persetujuan presiden, proses ratifikasi akan berlanjut ke DPR untuk pengambilan keputusan. Anggota Komisi IV DPR Henky Kurniadi menyatakan bahwa sebaiknya ego antara partai politik tidak terjadi agar Perjanjian Paris cepat disahkan.
Pasalnya Persatuan Bangsa-Bangsa akan mengadakan
Conference of The Parties 22 yang akan membahas perubahan iklim dari Perjanjian Paris pada tanggal 7-18 November 2016 mendatang. UU tersebut harus diberikan kepada PBB pada tanggal itu.
"Ini bukan permainan politik. Banyak yang harus kami pikirkan secara komprehensif," kata Henky.
(rel)