Jakarta, CNN Indonesia -- Tahapan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 memasuki babak baru. Setelah Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta menetapkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur serta mengundi nomor urut, kini giliran memasuki masa kampanye.
Berbeda dengan perhelatan pilkada 2012 yang diikuti oleh enam pasangan calon, di perebutan kursi pucuk pimpinan Jakarta pada Februari 2017 nanti hanya ada tiga pasangan kandidat. Duet Agus Harimurti Yudhoyono-Silviana Murni dengan nomor urut satu, pasangan Basuki Thahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat nomor dua, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno nomor urut tiga.
Nomor urut tersebut memang tidak ada korelasinya sama sekali dengan kemenangan yang bakal diraih oleh calon. Namun bagi sebagian orang —termasuk para kandidat— nomor yang disandang memiliki arti dan makna tersendiri. Keberuntungan, misalnya. Lantas nomor urut berapa yang dianggap dapat membawa hoki, dan juga sebaliknya nomor berapa yang dianggap sebagai pembawa sial atau kutukan?
Agus Yudhoyono yang didukung Partai Demokrat, PAN, PPP, dan PKB termasuk yang menganggap nomor urut memiliki makna tersendiri. Meski tidak mempercayai takhayul, termasuk “kutukan” nomor urut satu, Agus mengakui sejak awal memang berharap mendapatkan nomor urut satu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan Agus juga mengaku dirinya dan Sylvi sebetulnya sebelum pengundian sempat membatin nomor urut satu. Namun, putra Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu enggan menyebutkan makna angka satu bagi dirinya. Secara diplomatis, Agus menyebut, angka atau nomor urut satu adalah sebagai identitasnya sekarang.
Adapun Ahok yang mendapat nomor urut dua, mengaku merasa senang karena nomor tersebut bisa diartikan bakal menjabat dua periode. Ahok juga menyebut nomor urut dua akan menguntungkan pihaknya karena berada di tengah. Nomor tersebut menurut Ahok pas dari segi tata letak di kertas pemilihan.
Serupa dengan Agus dan Ahok, Anies merasa bersyukur karena menurutnya nomor urut tiga lekat dengan pasangan Joko Widodo-Ahok saat mengikuti putaran pertama pilkada Jakarta 2012 lalu. Anies berharap angka ini juga akan mengantarkannya pada kemenangan. Angka tiga juga mudah untuk diekspresikan dengan berbagai bentuk. Meski begitu, bagi Anies yang didukung oleh Partai Gerindra dan PKS, sebenarnya pilkada ini bukan soal nomor urut.
Pandangan Anies ihwal nomor urut tersebut diamini oleh Wakil Sekjen Gerindra Aryo Djojohadikusumo. Keponakan Prabowo Subianto itu menilai setiap nomor memang memiliki filosofi sendiri-sendiri. Tim pemenangan Anies-Sandi pun sudah mempunyai filosofi untuk nomor urut berapa pun yang didapatkan. Filosofinya, menurut Aryo, bisa apa saja tergantung pada cara pandang.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat berpendapat bila berbicara nomor urut tak bisa dilepasan dari masalah kebiasaan, dan apa pun nomor itu dimulai dari pojok kiri atas. Bagi Cecep kalau nomor urut hanya sampai tiga maka tidak menjadi masalah. “Secara psikologis tidak akan sukar dalam mendeferensiasi atau membedakan.”
Cecep meneruskan, “Yang akan menjadi masalah itu jika ada banyak. Lebih dari lima itu bisa menjadi persoalan juga, menyangkut posisi di atas, tengah, bawah, kiri, kanan, dan sebagainya.”
Faktor psikologis bagi sang calon terkait nomor urut, menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, sebetulnya tidak juga tapi lebih kepada faktor kebetulan. Nomor tertentu yang didapat calon, diakui Syamsuddin memang bisa menimbulkan hal tertentu bagi sang calon.
Sebagai contoh, Ahok dan Djarot yang mendapat nomor urut dua untuk sebagian orang angka tersebut lebih familiar. Angka dua bila diperagakan dengan jari tangan bisa diartikan sebagai salam perdamaian. Dapat juga dimaknai sebagai simbol kemenangan.
“Bahwa nomor atau angka itu turut menentukan suatu kemenangan tidak juga. Memang ada juga psikologisnya jika ingin dikaitkan. Semua itu sebenarnya tergantung pada kemampuan tim sukses dalam mengolah,” tutur Syamsuddin.
Profesor sekaligus peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI itu menduga sebenarnya semua kandidat di pilkada Jakarta menginginkan mendapat nomor urut dua karena mengidentifikasinya relatif lebih mudah. Tapi nomor urut satu pun, menurut Syamsuddin kalau tim suksesnya mampu mengolahnya, bisa juga seperti nomor urut dua. Artinya, bisa mempunyai banyak makna yang positif.
Utak-atik nomor urut untuk mencoba-coba dikaitkan dengan keberuntungan atau kemenangan para calon memang tidak memiliki dasar sama sekali. Sekali lagi, ini memang bukan soal nomor urut tapi lebih pada psikologis para kandidat yang bakal bertarung habis-habisan.
(sur)