Jakarta, CNN Indonesia -- Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan Dwijo Muryono mengakui tingkat kesejahteraan penjaga lintas batas menjadi celah tindak pidana korupsi.
"Tingkat kesejahteraan penjaga memberikan kesempatan untuk berbuat korupsi. Ditambah lagi dengan tempatnya yang sangat jauh dengan pemerintah pusat," kata Dwijo dalam pemaparan di acara International Business Integrity Conference (IBIC), Jakarta, Rabu (16/11).
Dwijo mengatakan perbedaan tempat penjagaan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan penjaga, di antaranya soal perbedaan harga untuk kebutuhan sehari-hari. Perbatasan Indonesia-Papua Nugini, misalnya, penjaga harus mengeluarkan Rp50.000 untuk biaya satu kali makan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biaya kebutuhan sehari-hari berbeda. Sementara gaji pegawai yang bertugas sebagai penjaga perbatasan sama," kata Dwijo.
Dia juga memaparkan godaan korupsi terbesar datang dari masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan antar negara. Di antaranya, adalah pelintas batas yang membawa barang impor dengan menggunakan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB).
Kartu itu dikeluarkan kantor pabean untuk pelintas batas yang membawa barang impor, setelah memenuhi persyaratan tertentu.
Dwijo mencontohkan biaya KILB antara Indonesia-Malaysia yang mencapai RM600 atau hampir mencapai Rp2 juta. Dia mengakui ada potensi korupsi antara penjaga perbatasan dengan para pelintas terkait dengan KILB.
Ia menilai, untuk mengatasi masalah ini perlu ada peningkatan kesadaran dari kedua belah pihak tersebut. Dwijo memaparkan salah satu cara meningkatkan kesadaran dengan memberikan pembekalan khusus pada penjaga dan masyarakat setempat.
Fasilitas Khusus
Selain itu, Dwijo menjelaskan perlu ada fasilitas khusus yang diberikan kepada penjaga lintas batas. Saat ini, Ditjen Bea dan Cukai pun tengah menyiapkan rekomendasi pemberian fasilitas khusus macam tempat tinggal, fasilitas asuransi kesehatan dan jiwa.
Dwijo berharap ada pemberian tunjangan khusus sebagaimana diatur dalam PP nomor 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
Dalam kesempatan serupa, perwakilan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) John Coyne menyatakan yang harus dilakukan adalah komunikasi antar negara untuk mencegah praktik korupsi.
“Yang paling penting, antar negara harus lebih sering melakukan komunikasi dan berbagi informasi. Itu akan menjadi hal yang baik mencegah korupsi," kata Coyne dalam acara tersebut.
Coyne menilai keterbukaan komunikasi dan informasi bisa menjadi landasan dalam membangun upaya anti-korupsi.
(asa)