Jakarta, CNN Indonesia -- Wajahnya memucat usai mengembuskan asap di isapan ketiga. Bulir keringat di dahi dia usap dengan punggung telapak tangan kiri, sementara dua jari di tangan kanannya lekat mengapit sisa lintingan yang masih menyala.
Pemuda berinisial YO (28) itu tak banyak bicara. Sesaat dia menghela napas panjang, sesekali tertawa tanpa juntrungan, tapi lebih sering lagi melepas senyum yang lebih mengembang dari sebelumnya.
CNNIndonesia.com menjumpai YO ketika dia berada di bawah pengaruh tembakau sintetis yang dia isap. Tembakau bercampur racikan senyawa kimia itu bernama Gorila.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tembakau Gorila bukan barang baru bagi YO. Dia mengaku cukup rutin mengisap Gorila sejak mengetahui keberadaannya setahun silam.
"Sebenarnya ini karena sekarang sudah sulit mendapatkan ganja. Jadi gorila ini awalnya jadi solusi," ujar YO, Selasa (3/1).
Julukan tembakau Gorila menjadi populer karena dulunya produk yang banyak beredar di pasar adalah kemasan Tembakau Super Cap Gorilla. Belakangan varian produk tembakau sintesis itu semakin beragam dengan banyak merek. Penamaan 'tembakau gorila' pun melekat pada produk-produk sejenis meski dengan merek berbeda.
Tembakau gorila kerap disebut gors atau gori di kalangan penggunanya. YO mengetahui tembakau itu dari mulut ke mulut antarteman. Dia pun kini biasa membeli atau mendapatkan gorila dari jaringan pertemanan.
Untuk mendapatkan satu
bag gorila, YO harus merogoh uang sekitar Rp50-100 ribu. Satu
bag bisa digunakan oleh YO untuk membuat tiga sampai empat linting gorila yang dia campur dengan tembakau rokok.
"Saya biasa mencampurkan dengan tembakau. Bahaya kalau cuma gorila murni saja yang diisap. Efeknya juga beda," ujarnya.
YO mengatakan, satu isapan gorila tanpa campuran tembakau bisa menghasilkan efek sama dengan tiga kali isapan gorila yang dicampur tembakau rokok.
Efek dari tembakau sintetis itu tidak bertahan lama layaknya ganja. Satu linting campuran gorila dan tembakau, kata YO, biasanya hanya bereaksi sekitar 15 menit.
YO menyebut gorila juga berbeda dengan ganja karena kepulan asapnya tidak menghasilkan bau aneh. Begitupun dengan cara penyajiannya. Lintingan tembakau gorila biasanya lebih tipis dari ganja.
YO mengaku menikmati reaksi yang dia terima usai mengisap tembakau gorila. Dia memanfaatkan efek halusinasi untuk mengusir stres.
Namun di sisi lain, gorila juga memberikan efek buruk terhadap YO. Dia mengaku kerap merasakan efek seperti menahan beban yang begitu berat laiknya ditindih gorila sungguhan.
Badan Narkotika Nasional telah melabeli tembakau gorila sebagai narkotik jenis baru berdasarkan uji laboratorium sementara.
Tembakau gorila diklaim mengandung zat kimia bernama AB-CHMINACA yang dianggap bisa menimbulkan efek halusinasi seperti ganja. Zat itu dianggap berbahaya karena terdapat juga dalam synthetic cannabinoid --yang kemudian mereka sebut sebagai ganja sintetis.
Selain halusinasi, pengguna juga disebut bisa mengalami sensasi seperti ditimpa gorila. Badan yang tertimpa sensasi menahan beban berat itu kemudian akan terasa rileks dan melayang (high). Namun tak jarang pula pengguna merasakan efek negatif seperti gerak badan yang terbatas hingga tidak bisa bergerak.
Kepala Medis Balai Besar BNN, Dr Iman Firmansyah, menyebut gorila tidak seperti ganja pada umumnya. Saat diisap, reaksi lebih cepat dirasakan namun sekitar satu jam efek itu akan langsung hilang. Hal itu dapat membuat penggunanya semakin aktif untuk menghisap gorila.
Iman juga menyebut gorila tidak hanya menyerang jaringan otak namun juga dapat menyasar organ tubuh lainnya seperti jantung dan ginjal. Hal itu secara perlahan dapat mengakibatkan kematian.
"Ganja yang sintetis banyak diolah dengan cara diisap, isapan itu akan masuk ke paru-paru, ginjal dan masuk ke otak. Kematian pun akan timbul dari kerusakan yang ada di tubuh. Tapi yang pertama kali kena adalah otak," kata Iman.
Iman mengatakan, efek samping yang bisa timbul akibat mengisap gorila adalah halusinasi, agresif, mudah gelisah, ada kecendrungan untuk bunuh diri dan ketergantungan.
(gil)