Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan pada mantan petinggi Grup Lippo, Eddy Sindoro terkait kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2016, Eddy belum pernah memunculkan batang hidungnya di gedung KPK.
“ESI (Eddy Sindoro) hari ini dipanggil sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (10/3).
Saat disinggung soal keberadaan Eddy, Febri menolak menjelaskan lebih jauh. Ia mengklaim sejak lama lembaga anti rasuah telah mengetahui keberadan Eddy yang berada di luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Febri, Eddy memiliki peran penting dalam kasus suap tersebut. Ia ditengarai menjadi otak di balik suap agar Peninjauan Kembali (PK) anak usaha Grup Lippo yang berperkara di PN Jakarta Pusat berjalan mulus.
“ESI diduga memberi hadiah atau janji dalam kasus suap tersebut,” katanya.
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan pada Royani sebagai saksi bagi Eddy. Royani merupakan sopir mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Keberadaan Royani juga sempat dipertanyakan penyidik KPK. Pasalnya, sejak kasus tersebut mencuat ke publik, Royani seakan hilang ‘ditelan’ bumi. Padahal ia dianggap sebagai saksi kunci atas kasus suap tersebut.
Nurhadi sebelumnya mengaku tak tahu keberadaan sopirnya tersebut. Ia sempat membantah menyembunyikan Royani saat diperiksa KPK pada Juni 2016.
Kasus suap tersebut bermula sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan pada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution pada April 2016. Edy terbukti menerima sejumlah uang dari mantan petinggi anak usaha Grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno untuk mengupayakan pengajuan PK di Jakarta Pusat.
Nama Eddy Sindoro beberapa kali turut disebutkan dalam dakwaan Edy maupun Doddy. Eddy diduga turut mengarahkan terkait pemberian uang tersebut. Edy sendiri telah divonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sementara Doddy divonis empat tahun penjara.
(asa)