Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar berharap agar aparat penegak hukum tidak lagi melakukan tindakan kriminalisasi terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang. Meskipun saat ini alat tangkap tersebut memang dilarang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Muhaimin menyebut, aksi kriminalisasi terhadap para nelayan tersebut dianggap tidak wajar. Sebab kebijakan terkait larangan penggunaan alat tangkap cantrang yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu hingga saat ini justru masih menuai banyak kontroversi.
Disebutkan, larangan yang dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik (seinen nets) belum sepenuhnya diterima oleh nelayan kecil. Sebab aturan itu dianggap sebagai larangan yang dikeluarkan tanpa solusi yang pasti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nelayan ini sedang mengalami kontroversi aturan. Oleh karena itu, nelayan terutama yang paling kecil jangan terlalu cepat dikriminalkan," kata Muhaimin di Gedung DPP PKB, Jakarta Pusat, Selasa (2/5).
Oleh sebab itu, Muhaimin menghimbau agar Menteri Susi terlebih dahulu melakukan dialog dengan para nelayan sebelum kebijakan larangan penggunaan cantrang tersebut diterapkan secara berkelanjutan.
"Gunakan langkah persuasif, langkah pembinaan dan langkah-langkah yang tidak menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan kepada nelayan. Jadi jangan seenaknya lakukan kriminalisasi. Nelayan kita ini sedang mengalami kontroversi aturan," kata Muhaimin.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat ini kembali menjadi sorotan publik. Namun, yang berbeda kali ini Susi mendapat kecaman lantaran kebijakannya yang telah melarang nelayan menggunakan cantrang disebut tak memberikan solusi.
Padahal aturan serupa sebenarnya pernah dikeluarkan jauh sebelum Susi menjabat. larangan penggunaan trawl ini pernah dikeluarkan pada era Presiden Soeharto melalui PP No 39/1980. Larangan itu keluar karena terjadinya konflik antara nelayan tradisional dan pemilik kapal trawl.