Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berpendapat, sistem politik otoriter tidak berhubungan dengan karakter wajah seseorang
Pernyataan Fahri itu menanggapi klaim Presiden Joko Widodo yang mengatakan tidak memiliki wajah diktator.
Menurut Fahri, otoritarianisme di sebuah negara terlihat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya, dan kebijakan itu bersifat membatasi kebebasan masyarakat untuk berekspresi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Jokowi itu memang secara postur tidak tampak otoriter dan diktator," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8).
Fahri sepakat dengan penilaian Jokowi yang merasa tidak memiliki wajah dan postur sebagai diktator.
Meski demikian, Fahri menegaskan kediktatoran seseorang tidak dilihat secara fisik. Hal itu menurutnya bisa dilihat dari kepemimpinan Kim Jong Un di Korea Utara.
"Di Korea Utara, mau imut-imut presidennya ya tetap saja otoriter. Dia bisa mengeksekusi pamannya dan hukum tidak berbicara," ujarnya.
Menurut Fahri, kebijakan Jokowi menunjukkan ciri-ciri pemimpin otoriter.
Menurutnya, salah satu kebijakan Jokowi yang menunjukkan otoritarianisme adalah penerbitan Perppu Ormas untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Dalam Perppu itu, Jokowi dianggap telah meletakkan pasal-pasal yang memperbolehkan negara mengambil keputusan sepihak.
"Langkah pak Jokowi mengesahkan Perppu Ormas, saya tetap menganggap itu anasir otoriter yang perlu diwaspadai," ujar Fahri.
 Fahri Hamzah menilai sikap otoriter tidak berhubungan bentuk fisik seseorang. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko) |
Fahri juga meminta, masyarakat untuk berani mengkritisi sikap Jokowi tersebut.
Hal itu dianggap perlu untuk mengkoreksi Jokowi dan mengantisipasi tumbuhnya otoritarianisme di Indonesia.
Lebih dari itu, ia juga sepakat dengan perkataan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebut bahwa kekuasaan harus mendapat kontrol.