MK Tolak Gugatan Tajudin Penjual Cobek

CNN Indonesia
Kamis, 19 Okt 2017 15:56 WIB
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Tajudin, pedagang cobek yang sempat terjerat dugaan kasus eksploitasi anak dengan mempekerjakan bocah di bawah umur
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Tajudin, pedagang cobek yang sempat terjerat dugaan kasus eksploitasi anak dengan mempekerjakan bocah di bawah umur. (Detikcom/Aditya Mardiastuti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Tajudin, pedagang cobek yang sempat terjerat dugaan kasus eksploitasi anak dengan mempekerjakan bocah di bawah umur. Hakim beralasan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat seperti dikutip dari amar putusan MK, Kamis (19/10).

Dalam permohonannya, Tajudin merasa dirugikan dengan keberadaan Pasal 2 Ayat 1 UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasal tersebut menjelaskan tentang orang yang melakukan perekrutan atau penampungan dengan ancaman kekerasan atau penipuan untuk tujuan mengeksploitasi dapat dipidana penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tajudin menilai pasal itu tak jelas karena pada frasa 'mengeksploitasi' tak dimaknai sebagai suatu perbuatan dalam rangka mendidik, membantu orang tua, maupun memfasilitasi perekonomian keluarga.


Akibat ketidakjelasan itu, Tajudin merasa dikriminalisasi dengan tuduhan mempekerjakan dua keponakannya yakni Cepi (13) dan Dendi (15) untuk berjualan cobek. Ketentuan dalam beleid tersebut juga dinilai bertentangan dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan, dalil yang diajukan Tajudin tak masuk akal. Sebab, dalam konteks eksploitasi terhadap manusia dimaknai sebagai tindakan pemanfaatan untuk diri sendiri maupun pemerasan. Sehingga, akan muncul pertentangan dalam satu pengertian apabila eksploitasi dimaknai sebagai bentuk perbuatan mendidik atau membantu orang tua.

Sementara itu, dalil yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dinilai hakim tak relevan. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU TPPO justru tak memuat sama sekali ketentuan yang melarang atau menghalangi seseorang atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Menurut hakim, justru patut dipertanyakan apakah mengeksploitasi termasuk jenis pekerjaan dan penghidupan yang layak.


Pemohon juga dianggap mencampuradukkan kasus konkret yang dihadapi dengan persoalan konstitusionalitas UU. Hakim menilai, apabila seseorang dipidana karena terbukti melakukan hal yang dilarang ketentuan dalam UU TPPO bukan berarti bertentangan dengan UUD 1945.

“Dengan demikian dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucap hakim dikutip dari amar putusan.

Sebelumnya, permohonan uji materi diajukan Tajudin karena kasus yang menimpanya pada April 2016 lalu. Saat itu, Polres Tangerang Selatan menangkap Tajudin atas tuduhan melakuan eksploitasi anak dengan mempekerjakan bocah di bawah umur.


Tajudin yang berjualan cobek itu diikuti jejaknya oleh banyak warga asal kampung halamannya. Di antara sejumlah warga, ada dua orang anak bernama Cepi (13) dan Dendi (15) yang ikut menjual cobek. Keduanya adalah keponakan Tajudin.

Membawa Cepi dan Dendi itulah yang kemudian menjadi dasar kepolisian menuduh Tajudin melakukan tindak pidana karena telah "memaksa" dua anak di bawah umur untuk menjual cobek dan memberi setoran kepada dirinya.

Ia dituntut hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta karena dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU TPPO. Tajudin terpaksa 'menginap' selama 9 bulan di dalam penjara selama proses peradilan berlangsung. Pada akhirnya hakim Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Tajudin dari segala tuntutan.
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER