Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri menangkap dua orang berinisial F dan S di Batam, Kepulauan Riau yang diduga menyelundupkan ribuan minuman beralkohol secara ilegal berbagai merek dari Malaysia dan Singapura. Ribuan botol miras itu belum mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan bahwa F dan S merupakan kolega bisnis KWK yang telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim sejak 25 September lalu. Kala itu, polisi berhasil menyita barang bukti sedikitnya 84 ribu botol miras berbagai merk dan golongan.
"Saudara F dan S pada hakikatnya sama dengan KWK. mereka mengelola satu proses importasi minuman keras dari malaysia dan singapura tanpa memenuhi prosedur yang berlaku di indonesia," kata Agung saat konferensi pers di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (23/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penangkapan itu, kepolisian mengamankan Barang bukti 58.595 botol minuman keras Golongan B dan C. Kadar alkohol golongan B sendiri adalah 5-20 persen, sementara golongan C adalah 20-55 persen.
Polisi juga menyita dokumen milik pelaku yang berkaitan dengan proses importasi. Tidak ketinggalan, polisi pun turut membawa catatan gudang yang digunakan pelaku untuk menyimpan botol miras yang berlokasi di Batam.
Agung lalu menjelaskan bahwa bisnis haram F dan S, begitu pun KWK, tidak hanya menyelundupkan minuman keras ilegal dari Malaysia dan Singapura ke Batam. Mereka juga diduga mengirim minuman keras tersebut ke berbagai wilayah lain, termasuk Jakarta.
"Belum lama Polda metro Jaya mengungkap lima kontainer, itu bagian dari mereka. Atau pun sebelumnya ketika polair (Polisi Air) menangkap di pelabuhan Tanjung priok, adanya 200 koper yang berisi minuman keras. Itu juga bagian dari mereka," kata Agung.
Dalam kasus ini, Agung mengatakan pihaknya bakal menerapkan Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan hukuman maksimal kurungan 12 tahun penjara.
 Pemusnahan miras ilegal beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Bersinergi dengan BPOM dan Ditjen PajakKepolisian bakal menjalin koordinasi dengan BPOM dan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan untuk mengungkap kasus peredaran miras ilegal secara komprehensif.
Agung menilai itu perlu dilakukan karena ada tiga aspek yang harus diungkap. Demi menuntaskan ketiga aspek itu, kepolisian harus bersinergi dengan BPOM dan Ditjen Pajak.
"Pertama terkait dengan kejahatan dia. Kedua potensi pajaknya, ketiga bagaimana kita menyelamatkan masyarakat dari peredaran minuman keras ini," kata Agung.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengapresiasi kepolisian yang kembali mengungkap kasus penyelundupan dalam jumlah besar.
Menurut Hestu, di setiap aktivitas bisnis yang ilegal akan selalu ada potensi permasalahan yang berkaitan dengan kepatuhan membayar pajak. Jika memang ada, maka negara tentu merugi, dan Ditjen Pajak harus turun tangan mengungkap kerugian negara tersebut.
"Jadi bukan hanya aspek legal atau tidak legalnya impor ini, tetapi juga tentunya penerimaan negara dari aktivitas ini juga hasus diperhatikan," ucap Hestu di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, (23/10).
Hestu menjelaskan bahwa Batam merupakan kawasan perdagangan bebas. Sepanjang suatu produk dikonsumsi di Batam, maka tidak ada aspek pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) yang harus dilakukan.
"Tapi berdasarkan keterangan kepolisian sebagian barang itu masuk ke daerah lain. Di situ mereka seharusnya membayar PPN itu," kata Hestu.
Hestu berjanji akan mendampingi kepolisian mengungkap potensi kerugian negara dari bisnis haram yang dijalankan F, S, dan KWK.
Jika ditemukan kelalaian pembayaran pajak, kata Hestu, ada sanksi yang bakal diberikan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Pasal 39. Pada beleid tersebut termaktub, barang siapa yang menyamapaikan SPT tapi isinya tidak benar dan mengakibatkan kerugian negara, yang bersangkutan terancam pidana kurungan minimal 6 bulan maksimal 6 tahun.
"Dan juga harus mengganti kerugian negara 2-4 kali dari kerugian negara yang telah ditimbulkan," kata Hestu.
Staf Fungsional Bagian Pengawasan BPOM, Andi Wibowo turut mengapresiasi tindakan kepolisian. Dia mengataka BPOM akan ikut bersama kepolisian untuk mengidentifikasi minuman keras yang menjadi objek bisnis pelaku.
BPOM, kata Andi, bakal merujuk kepada Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengawasan dan Pengendalian minuman beralkohol dalam mengungkap kasus penyelupan tersebut.
Pada perpres tersebut disebutkan bahwa suatu produk harus memiliki izin edar yang dikeluarkan BPOM sebelum dijual ke khalayak luas. Jika tidak, pelaku bisnis akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012.
"Itu akan menjadi dasar kami untuk melakukan penilaian bersama dengan peraturan-peraturan lain yang telah ditetapkan," kata Andi.