Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo menghormati keputusan
Mahkamah Agung (MA) yang merestui mantan narapindana korupsi menjadi anggota calon legislatif (caleg) di pemilu 2019 mendatang.
"Itu keputusan yang harus dihormati. Itu ada di wilayah yudisial, yudikatif. Kita tidak bisa intervensi," kata Jokowi lewat keterangan pers yang diterima redaksi, Sabtu (15/8).
Kendati demikian, Jokowi meyakini masyarakat saat ini sudah semakin dewasa dan matang dalam memilih calon wakilnya baik di tingkat DPRD tingkat I dan II maupun DPR RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan masyarakat akan mengacu pada rekam jejak atau
track record serta karakter calon anggota legislatif yang akan dipilih pada pemilu tahun depan.
"Karena masyarakat semakin dewasa dan pintar melihat siapa yang harus dipilih," ujarnya.
MA telah membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan Komisi Pemilhan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten Kota.
Pertimbangannya, PKPU Nomor 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dengan putusan tersebut, maka mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan untuk mendaftarkan diri sebagai calon legislatif.
"Sudah diputuskan uji materi dikabulkan," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi saat dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (14/9).
Sementara itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menyampaikan bahwa pihaknya belum bisa memberikan pernyataan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang merestui mantan napi korupsi menjadi caleg di pemilu 2019.
KPU, lanjut Hasyim, masih menunggu pemberitahuan resmi dari MA terkait terbitnya Putusan MA yang mengabulkan Permohonan/Gugatan JR terhadap PKPU No 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR/DPRD.
"KPU belum dapat memberi komentar, karena belum ada pemberitahuan resmi dari MA kepada KPU sebagai Pihak Tergugat/Termohon JR tersebut," kata Hasyim melalui keterangan tertulisnya, Jumat (14/9).
(chri/dal)