Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (
KPU) RI memenangkan laporan yang diajukan Ketua Umum Partai
Hanura Oesman Sapta Odang (
OSO) kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi saat dihubungi
CNNIndonesia.com mengatakan Bawaslu dalam sidang adjudikasi putusan yang digelar hari ini menyatakan KPU RI tidak melakukan pelanggaran administrasi sebagaimana yang dilaporkan OSO.
"Menyatakan terlapor (KPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi," kata Pramono mengutip putusan sidang adjudikasi yang digelar di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait persoalan ini, sebelumnya OSO melapor ke Bawaslu dengan dugaan bahwa KPU melakukan pelanggaran administrasi sebab menerbitkan PKPU 26/2018 tentang pencalonan anggota DPD serta Surat Nomor 1043/PL.01.4-SD/06/KPU/IX/2018 tertanggal 10 September 2018 perihal syarat calon anggota DPD.
Isi surat itu mewajibkan calon sementara anggota DPD menyerahkan salinan Surat Keputusan Pemberhentian dan/atau Surat Pernyataan Pengunduran Diri dari kepengurusan parpol yang paling lambat diserahkan pada 19 September 2018 pukul 24.00 WIB atau satu hari sebelum penetapan daftar calon tetap (DCT). Jika tidak ada bukti surat tersebut, KPU RI tidak bisa menetapkan caleg bersangkutan ke dalam (DCT) untuk pemilu 2019.
 Pramono Ubaid Tanthowi (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Bagi KPU, PKPU, dan surat kepada OSO merupakan tindaklanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Dalam putusannya, itu MK menegaskan anggota DPD tidak boleh dari unsur pengurus partai.
Pramono mengatakan majelis sidang adjudikasi dalam pertimbangannya juga menyebut tindakan KPU menerbitkan PKPU dan surat untuk OSO sebagai tindaklanjut putusan MK. Selain itu, putusan MK bersifat mengikat.
Lebih jauh, kata Pramono, majelis adjudikasi juga mengatakan proses pendaftaran calon anggota DPD berakhir setelah seseorang ditetapkan sebagai calon tetap dengan status memenuhi syarat (MS).
Atas dasar itu, meskipun putusan MK diterbitkan di dalam masa penetapan daftar calon sementara (DCS) anggota DPD, KPU tidak bisa dianggap melakukan pelanggaran administrasi.
"Menurut pendapat majelis, dalam putusan MK Nomor 30 terdapat frasa 'telah dimulai' yang mana dapat diartikan bahwa tahapan penetapan calon DPD masih dalam proses sampai dengan telah ditetapkan sebagai calon tetap," kata Pramono kembali menyebutkan poin-poin pertimbangan majelis sidang adjudikasi.
"Majelis berpendapat bahwa proses pendaftaran calon anggota DPD berakhir setelah ditetapkan sebagai calon tetap dan status MS (memenuhi syarat) dalam DCS masih dapat dimungkinkan berubah menjadi TMS (tidak memenuhi syarat)," sambungnya.
Sebelumnya, OSO yang merupakan Ketum Hanura mengajukan diri menjadi calon anggota DPD dalam Pemilu 2019. Namun, lantaran tidak menyertakan surat pengunduran diri dari keanggotaan parpol, KPU mencoret nama OSO dari daftar pencalonan. Dengan demikian, nama OSO tidak masuk dalam jajaran calon anggota DPD yang bisa dipilih masyarakat pada pemilu 2019.
(fhr/kid)