Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02
Sandiaga Uno mengaku heran dengan langkah pemerintah yang seolah terburu-buru menerbitkan kebijakan paket ekonomi XVI (16). Sandi menganggap, kebijakan ekonomi XVI ini memiliki Daftar Negatif Investasi (DNI) yang memungkinkan investor asing menguasai sejumlah sektor usaha secara penuh termasuk Usaha Kecil dan Menengah (
UMKM).
Padahal kata dia, industri UMKM biasanya digarap oleh warga Indonesia, maka apabila dihadapkan dengan modal asing, industri kecil ini akan mengalami kesulitan bersaing.
"Kalau UMKM harus berhadapan dengan asing, ia akan pengap-pengap enggak bisa napas, semuanya pasti akan kalah," kata Sandi ditemui di Rumah Sriwijaya, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun kemudian menyebut sudah seharusnya pemerintah lebih cermat saat akan menerbitkan kebijakan ekonomi baru yang kemudian dikenal dengan nama paket kebijakan ekonomi XVI. Termasuk kata dia saat menerbitkan DNI yang beberapa jenis usahanya justru bisa digarap oleh pengusaha lokal.
"Misalnya itu, usaha alat kesehatan masa harus asing yang kelola kan masih bisa dikerjain oleh UMKM lokal kita," ungkap dia.
Hal sama juga diungkapkan oleh Ekonom Partai Gerindra Harryadin Mahardika. Dikatakan dia, kebijakan ekonomi XVI ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk pengingkaran janji Presiden Joko Widodo yang akan mengentaskan kemiskinan, menguatkan ekonomi dan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan.
Sebab, dengan menerbitkan paket kebijakan itu Jokowi kata dia justru mempersulit pelaku UMKM lokal melebarkan usahanya.
"Tidak ada urgensinya, tidak memberikan treatment yang baik untuk pelaku UMKM kita. Pemerintah belum mengerjakan kewajibannya untuk meningkatkan dan meng-upgrade UKM-UKM sendiri. Misalnya saja perijinan masih sulit," kata Harryadin.
Harryadin pun mengatakan, masalah bangsa tidak akan terselesaikan jika kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu berpihak kepada asing bukan kepada anak bangsa sendiri.
"Masalah kebijakan dimulai dari rusaknya manajemen, peraturan yang rendah," kata dia.
(tst/eks)