Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Dewan Penasihat
DPP Gerindra Muhammad Syafii mengklaim kader-kader partainya ingin menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo (
Jokowi)-Ma'ruf Amin kelak.
"Saya kira seperti itu [jadi oposisi]. Bahwa kader Gerindra dan pemikir demokrasi pasti menginginkan Gerindra tetap pada oposisi," kata Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (1/7).
Oleh karena itu, Syafii pun meyakini Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pun akan mengambil sikap yang sama, dan tidak ingin mencederai demokrasi atau menghilangkan sistem pengecekan dan keberimbangan (
check and balances). Sejauh ini, setelah sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres pada 27 Juni lalu, Prabowo belum menyampaikan sikap partai secara resmi atas pemerintahan kelak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau
statement yang vulgar dalam sebuah pertemuan yang resmi saya kira itu belum karena kami memang belum melakukan pertemuan nasional menyeluruh kader Gerindra pascaputusan Mahkamah Konstitusi. Tetapi, kita bisa membaca gerak yang dilakukan Prabowo," ujar Syafii.
Pria yang juga duduk di Komisi III DPR RI itu pun meyakini sikap oposisi akan tetap diambil partainya meski tidak bergabung dengan parpol yang menjadi koalisi dalam Pilpres 2019: PKS, PAN, Demokrat, dan Berkarya.
Menurutnya, masing-masing partai politik akan menentukan posisinya sendiri dan akan bertemu pada posisi yang sama bila memilih untuk menjadi oposisi pemerintah.
"Ketika masing-masing sudah memutuskan menjadi oposisi pasti bisa bertemu sebagai gabungan partai oposisi. Tapi pada prinsipnya kita beroposisi sendiri. kalau nanti kemudian ternyata PKS juga oposisi berati kita punya positioning yang sama kalau kemudian PAN juga mungkin oposisi," ujar Syafii.
Rumor Kursi untuk GerindraSementara itu, menanggapi kabar bahwa Gerindra akan mendapatkan 'kursi' bila bergabung sebagai pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Syafii menyatakan itu hanya akan menjadi rumor saja.
"Rumor itu terus bergulir. Tapi kalau kami memilih menjadi oposisi, saya kira sudah tahu jawabannya seperti apa. Enggak mungkin kami terima tawaran itu," katanya.
Prabowo Subianto didampingi Sandiaga Uno menyikapi putusan MK atas perkara sengketa Pilpres 2019, 27 Juni 2019. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan koalisi Jokowi-Ma'ruf akan lebih baik jika ada campur tangan dari partainya. Ia menyebut Gerindra dibutuhkan untuk membenahi oknum-oknum di sekeliling pemerintah yang bisa menjerumuskan Jokowi.
"Selama ini kan banyak setan kurap juga di sekeliling Pak Jokowi yang bisa menjerumuskan kebijakan Pak Jokowi," kata Arief di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6).
Kendati demikian, ia mengaku partainya belum melakukan pergerakan untuk masuk ke dalam koalisi hingga saat ini.
"Kami juga belum memikirkan (koalisi). Kami akan masuk ke koalisi atau tidak, karena kalau tidak ada oposisi juga kebablasan. Artinya kalau kami masuk juga akan jauh lebih baik," ucap dia.
Jika Gerindra masuk ke pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin, Arif memastikan partainya tidak serta merta manut terhadap semua kebijakan yang akan ditelurkan.
Sementara itu, setelah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf akan dilantik sebagai pasangan kepala negara pada 20 Oktober mendatang.
Soal peluang Prabowo gabung koalisi, Jokowi kemarin menyatakan masih menunggu restu dari Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengantarnya ikut kontestasi Pilpres 2019.
"Masih perlu waktu karena saya pun harus mengajak bicara untuk yang sudah ada di dalam, yaitu Koalisi Indonesia kerja," kata Jokowi dalam konferensi pers usai pembacaan putusan hasil Pilpres 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (30/6).
Meski begitu, Jokowi memastikan ia membuka kesempatan bagi siapapun untuk masuk ke dalam koalisi untuk membangun Indonesia.
[Gambas:Video CNN] (mts/kid)