Denpasar, CNN Indonesia --
Pemerintah Provinsi Bali akan menggelar kampanye makan daging
babi pada Jumat (7/2). Tujuannya, pemulihan psikologis atau trauma healing sekaligus mengembalikan kepercayaan publik akibat kematian ribuan ekor babi.
Kampanye ini akan digelar di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali dengan melibatkan para peternak, pedagang dan masyarakat pecinta olahan daging babi.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Ketut Gede Nata Kesuma, mengatakan pihaknya ingin mengedukasi warga agar tidak cepat terpengaruh isu-isu yang beredar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami lakukan upaya untuk memulihkan kepercayaan peternak dan masyarakat atas musibah kematian babi di Bali. Maka perlu pemulihan psikologis dengan mengkampanyekan daging babi aman dikonsumsi," ujarnya, Selasa (4/2).
Dampak virus ini tak hanya berdampak pada peternak yang kehilangan babinya. Peternak lain yang babinya tidak mati pun, kata dia, terkena imbas.
Sebagian akhirnya memutuskan menjual babinya yang masih sehat karena khawatir terjangkit virus hingga berujung kematian.
"Ketika semua tergesa-gesa menjual babi, maka suplai babi naik dan harga menjadi turun. Itu yang dimaksud dampak psikologisnya," jelas Nata Kesuma.
Dalam kampanye ini, kata dia, semua pihak akan menyampaikan pesan bahwa babi di Bali aman untuk dikonsumsi.
[Gambas:Video CNN]"Masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi daging babi karena penyakit pada babi itu tidak menular pada manusia," jelasnya.
Sejak merebak akhir Desember tahun lalu, penyebab kematian babi di Bali belum terjawab. Muncul isu bahwa kematian disebabkan oleh Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
Jika pun nanti dinyatakan positif ASF, penyakit ini tidak bersifat zoonosis atau tidak menularkan penyakit ke manusia.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan babi yang dijual meski terjangkit virus demam babi terbilang aman untuk dikonsumsi.
"Artinya kalau daging babi itu sudah mengandung virus demam babi masih aman untuk dikonsumsi," ujarnya.
Ia menjelaskan, virus ini menular melalui kontak langsung, kandang yang kurang terjaga kebersihannya, sentuhan, makanan, dan suntikan.
"Jika ada babi yang mati, agar segera dikubur, jangan dibuang ke sungai, dan jangan dipotong untuk dijual lagi supaya tidak ada penyebaran penyakit," sarannya.
Estimasi kerugian yang dialami peternak babi di Balimencapai sekitar Rp 1,3 miliar. Angka ini disinyalir terus bertambah jika kasus kematian babi terus meningkat.
Diketahui, data versi Pemprov Bali sejauh ini menyebutkan ada 888 babi yang mati per akhir Januari.
(put/arh)