Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengimbau masyarakat untuk melakukan
social distancing atau menjaga jarak dan mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai upaya pencegahan penyebaran virus
corona (Covid-19) di Indonesia.
Aparat keamanan akan dikerahkan untuk menindak tegas pihak yang masih membuat acara dan melibatkan banyak orang di tengah wabah virus corona. Namun, efektivitas pengerahan aparat keamanan itu masih dipertanyakan, sebab budaya nongkrong, berkumpul atau
hang out masih mengakar di Indonesia.
Kapolri Jendral Idham Aziz langsung mengeluarkan Maklumat Kapolri bernomor Mak/2/III/2020 pada 19 Maret 2020 yang menginstruksikan untuk mengerahkan pasukannya guna menindaklanjuti arahan presiden Jokowi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam maklumatnya, Idham meminta agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang atau massa dalam jumlah besar. Baik di tempat umum mau pun lingkungan sendiri. Kegiatan yang dimaksud dapat berupa pertemuan sosial, budaya dan keagamaan seperti seminar, lokakarya, sarasehan, konser musik pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsionis keluarga, olahraga, kesenian dan jasa hiburan.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun menilai maklumat Kapolri itu tak akan efektif untuk membubarkan kerumunan massa di tengah wabah corona.
Ubed menilai kondisi itu tak lepas dari karakter masyarakat Indonesia yang masih tergolong
irasional society atau masyarakat yang belum rasional. Karakter masyarakat irasional itu, kata dia, ditandai dengan kondisi masyarakat yang tak patuh terhadap peraturan atau imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Masyarakat kita masih irasional. Belum masuk dalam tahapan
rasional society. Masyarakat kita kan masih
ngeyel, enggak jauh beda sama pemimpinnya. Kalau
dibubarin juga nongkrong lagi. Jadi enggak efektif [maklumat Kapolri]," kata Ubed kepada
CNNIndonesia.com Senin (23/3).
Tak hanya itu, Ubed juga memandang bahwa masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki budaya untuk selalu berkumpul, nongkrong atau 'budaya kedai'.
Budaya kedai itu, kata dia, merupakan aktivitas sosial yang terbiasa dilakukan dengan cara sosialisasi secara berkerumun. Seperti halnya kegiatan arisan, kerja bakti, sampai dengan kebiasaan nongkrong, hingga dugem yang biasa dilakukan oleh anak muda.
"Iya nongkrong adalah budaya bangsa ini. Budaya Kedai. Budaya kedai bisa berubah kalau otaknya diberi informasi yang rasional. Apalagi banyak anak-anak muda yang biasa
dugem, nongkrong. Itu sudah bisa jadi habitus di Indonesia," kata dia.
 Suasana antrean pembagian disinfektan gratis di Denpasar, Bali, Senin, 23 Maret 2020. (CNN Indonesia/Put) |
Melihat persoalan itu, Ubed memandang pemerintah harus merancang strategi kultural dan struktural untuk merespon masyarakat Indonesia yang irasional dalam bertindak.
Strategi kultural, kata dia, dapat diterapkan melalui edukasi yang jelas, intensif dan terukur soal pencegahan virus corona. Ia memandang pemerintah belum masif untuk melakukan edukasi terkait program social distancing bagi masyarakat.
"Ini harus
dikencengin agar mereka
aware dan memiliki pemahaman utuh terkait
social distancing," kata Ubed.
Selain itu, pemerintah bisa melakukan strategi struktural melalui pembentukan aturan yang tegas bagi masyarakat ketimbang hanya sekadar imbauan semata.
Ia memandang bahwa karakter masyarakat irasional untuk mencegah penyebaran virus corona dapat diatasi melalui kebijakan
lockdown wilayah agar tak terus menerus datang ke keramaian.
"Jadi cara yang paling tepat untuk masyarakat kita itu ya
lockdown. Kalau Maklumat Kapolri itu kurang efektif. Kesannya polisi bekerja mengusir itu kerjaan dalam situasi
lockdown. Jadi enggak konsisten. Seperti malu-malu dan gamang," kata dia.
[Gambas:Video CNN]Langkah TepatPengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyatakan Maklumat Kapolri untuk membubarkan kerumunan di tengah wabah sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bambang menyatakan Polri memiliki tugas pokok dan fungsi menjaga keamanan dan ketertiban sesuai peraturan tersebut dalam situasi apapun, termasuk dalam kondisi darurat pencegahan wabah penyakit.
"Kalau lihat Tupoksi polri sendiri sesuai UU 2 Tahun 2002 dalam situasi apapun sudah diperkenankan, apalagi dalam kondisi darurat seperti ini. Presiden sudah mengeluarkan Keppres terkait kondisi darurat, BNPB sudah mengeluarkan protokol, itu harus dikawal. Nah tugas kepolisian itu adalah mengawal pelaksanaan keputusan presiden dan protokol-protokol itu," kata Bambang kepada
CNNIndonesia.com, Senin (23/3).
Bambang menilai sudah menjadi kewajiban pemerintah termasuk kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat disamping penerapan status darurat penyebaran virus corona.
Ia menilai langkah membubarkan massa yang berkumpul di tengah masa tanggap darurat virus corona sah dilakukan kepolisian sebagai langkah pencegahan virus corona. Meski demikian, ia menyatakan proses pembubaran massa itu harus dilakukan dengan lebih humanis dan mengedepankan langkah persuasif.
"Protokol kan sudah disampaikan
distancing sosial, makanya pembubaran massa berkumpul itu sudah tepat. Namun tidak bisa langsung dengan kekerasan atau represif," kata Bambang.
Bambang menyatakan kepolisian harus mengedepankan upaya preventif bagi masyarakat meski maklumat Kapolri memberikan kewenangan untuk membubarkan kerumunan massa. Ia menilai tindakan represif justru akan menimbulkan kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat.
"Karena dalam kondisi darurat ini tindakan represif justru buat kehebohan dan memunculkan dampak-dampak lain. Karena kita ga tau kalau di kerumunan massa itu ada yang jadi
carrier," lanjut dia.
Selain itu, Bambang juga menyarankan agar Idham Aziz turut mengawasi personel dalam menjalankan maklumat tersebut. Ia meminta agar aparat kepolisian justru tak membuat kegiatan yang bersifat pengumpulan massa.
Ia mencontohkan bahwa Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan bagi bagi masker di Tanah Abang beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, Kapolda Sulut juga melakukan kegiatan bersepeda di Manado.
"Itu yang harus Kapolri harus menegur anak buahnya, jangan sampai membuat kerumunan massa," kata dia.
Sebelumnya Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal mengatakan keselamatan rakyat jadi asas hukum tertinggi. Karena itu berdasarkan maklumat Kapolri, polri tak ragu untuk membubarkan dengan paksa kerumunan massa. Namun upaya yang dilakukan itu akan didahului dengan tindakan persuasif.
(rzr/ugo)