Amnesty: Tuntutan Ringan Penyerang Novel Ciderai Keadilan

CNN Indonesia
Jumat, 12 Jun 2020 11:11 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan menyapa awak media usai rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap dirinya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Novel Baswedan tidak mengikuti proses rekonstruksi karena alasan kesehatan mata kirinya. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.
Tuntutan ringan terhadap dua pelaku penyerangan Novel Baswedan dinilai mencederai keadilan. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Amnesty International Indonesia (AII) menilai tuntutan ringan terhadap dua pelaku penyiraman air keras ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis mencederai rasa keadilan.

"Tuntutan JPU [Jaksa Penuntut Umum] terhadap penyerang Novel Baswedan jelas mencederai rasa keadilan di negara ini," kata Direktur AII Usman Hamid kepada CNNIndonesia.com, Jum'at (12/6).

Usman berpendapat penggunaan pasal penganiayaan berat dalam menjerat pelaku juga tidak tepat lantaran Novel menderita luka seumur hidup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kasus yang menimpa Novel ini bukan persoalan teror belaka, namun masalah serius yang mengancam agenda reformasi khususnya dalam bidang korupsi dan hak asasi manusia (HAM).

Ia menyebut masalah penyidik senior KPK itu serupa dengan kasus yang menimpa aktivis HAM, Munir Said Thalib. Motif dalam dua perkara yang berbeda itu sama-sama dialihkan sebatas dendam pribadi.

"Ada kesan kasus dipersempit dengan hanya menjaring pelaku di lapangan, bukan otaknya," ujarnya.

Lebih lanjut, Usman turut membandingkan tuntutan ringan dua terdakwa teror air keras, yang merupakan anggota Polri aktif, dengan sejumlah tahanan Papua. Menurutnya, para tahanan Papua justru terancam hukuman hingga belasan tahun.

"Hukum menjadi dipertanyakan dan keseriusan Indonesia untuk menegakkan HAM juga dipertanyakan," katanya.

Sementara, Koordinator KontraS, Yati Andriyani mengatakan tuntutan ringan dua pelaku itu membuat hukum diskriminatif dan tebang pilih karena tak mampu melindungi dan memberikan keadilan bagi Novel selaku korban.

"Hukum menjadi 'tergadai' dan karena penegakan hukum melalui peradilan seperti kasus ini menjadi pola bagi penegak hukum untuk melindungi pelaku kejahatan dengan tuntutan rendah," kata Yati.

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menuding proses hukum terhadap pelaku penyerangan Novel aneh dan wajar.

Menurutnya, aneh karena tuntutan tidak sesuai dengan perbuatan kejahatan terdakwa. Sementara itu. ia menganggap wajar lantaran sejak awal pelaku hanya menjadi 'boneka' untuk menutupi pelaku sebenarnya.

"Sejak awal saya memang sudah bersuara meragukan kedua orang ini sebagai pelaku. Keduanya dipasang untuk mengakhiri polemik kasus Novel yang tidak kunjung jelas," ujarnya.

Sebelumnya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang merupakan terdakwa penyiraman air keras dituntut satu tahun penjara. Mereka dianggap terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel.

Novel pun tak heran dengan tuntutan ringan dua pelaku penyiraman air keras itu. Ia menyebut negara telah abai karena dua pelaku yang merusak mata kirinya itu hanya dituntut satu tahun penjara. (ryn/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER