Seorang pria berinisial MZ alias Coy dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 74 kali, karena melakukan pelecehan seksual terhadap dua anak laki-laki di bawah umur. Ia dieksekusi di halaman kantor Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Rabu (15/7).
Tak seperti biasanya, eksekusi hukuman cambuk kali ini mengharuskan terpidana menggunakan masker, cuci tangan sebelum di cambuk hingga memakai masker pelindung wajah. Hal itu untuk menghindari penularan virus corona. Para Algojo dan staf juga dianjurkan untuk menjaga jarak satu sama lain.
Terdakwa MZ dijerat dengan qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat. Berdasarkan putusan majelis hakim di persidangan mahkamah Syariah Lhoksukon Aceh Utara, seharusnya pelaku dicambuk 80 kali. Karena dikurangi masa tahanan selama enam bulan, maka eksekusi dilakukan sebanyak 74 kali cambuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ia terbukti melakukan pelecehan seksual, itu dilakukan di malam hari terhadap anak di bawah umur," kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Firman Priyadi saat dikonfirmasi.
Firman bilang kedua anak di bawah umur itu adalah santri. Sementara MZ merupakan pekerja di salah satu pesantren di Aceh Utara. Aksi pelecehan tersebut dilakukan terdakwa dari November 2019 hingga Januari 2020.
“Dari pengakuannya hal itu dilakukannya sejak bulan November 2019 sampai Januari 2020, perbuatan jarimah itu terus terjadi ditempat dan waktu yang sama,” ucap Firman.
![]() |
Atas perlakuan pelaku, korban merasa keberatan dan menceritakan peristiwa itu ke rekannya. Kemudian melaporkan ke orangtua korban. Setelah itu, orangtua korban melaporkan MZ ke polisi dengan kasus pelecehan seksual.
Sementara itu, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Aceh semakin meningkat. Dari data yang dirilis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PSTP2A) Aceh, ada sekitar 200 kasus pelecehan terhadap anak selama tahun 2020.
3 bentuk kekerasan tertinggi yang dialami anak berupa pelecehan seksual sebanyak 69 kasus, pemerkosaan 33 kasus, dan kekerasan psikis 58.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh terus terjadi, bahkan pelakunya orang-orang terdekat dan tokoh penting yang harusnya melindungi.
Riswati bilang rata-rata korban kekerasan itu berusia 3 sampai dengan 16 tahun. 70 persen dari kasus tersebut, pelakunya adalah orang terdekat.
Apalagi aturan yang digunakan untuk menangani kasus kekerasan seksual pada anak, khususnya yang berumur 14 tahun ke atas masih ada yang menggunakan Qanun Jinayah, sehingga hukuman bagi pelaku bukan penjara tapi cambuk.
Menurutnya dampak kebijakan ini merugikan korban, karena pelaku selesai dicambuk bisa lepas dan kembali ke komunitasnya, serta bisa bertemu lagi dengan korban yang masih mengalami trauma akibat tindak kekerasan yang dialaminya.
“Kondisi ini sangat menyakiti hati korban dan keluarganya, korban semakin trauma dan sulit terpulihkan,” katanya.