Riwayat RUU Ciptaker, Kerja Kebut DPR Tanpa Empati ke Buruh

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 11:54 WIB
Pengesahan RUU Ciptaker tak lepas dari keengganan DPR bersikap empati terhadap gerakan buruh yang sempat menunda aksi penolakan demi Covid-19.
Buruh sempat menahan diri tak berdemo menentang pengesahan Omnibus Law karena pandemi. (Foto: CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Riwayat pengesahan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) tak lepas dari sikap tak empatik DPR terhadap sikap buruh yang sempat menunda aksi demi penanganan pandemi Covid-19.

RUU Ciptaker disahkan, pada Senin (5/10), setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR mengebut pembahasan rancangan regulasi yang memuat 11 klaster tersebut sejak Februari.

Langkah Baleg DPR mengebut pembahasan RUU Ciptaker ini dilakukan di tengah upaya elemen masyarakat, termasuk buruh yang terus menyerukan penolakan sejak awal tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buruh beberapa kali mereka berencana menggelar aksi besar, seperti pada 23 Maret 2020. Namun, aksi tersebut batal lantaran pandemi Covid-19.

Dengan batalnya aksi itu, kelompok buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) meminta empati pemerintah dan DPR untuk tidak memaksakan membahas Omnibus Law.

"Buruh sudah berempati. Kami harap pemerintah dan DPR juga berempati dengan tidak memaksakan pembahasan Omnibus Law. Mari kita fokus pada persoalan corona terlebih dahulu," ujar Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban dalam keterangannya, Rabu (18/3).

Alih-alih berempati, Baleg DPR tetap melanjutkan membahas RUU Ciptaker. Rapat pertama dilakukan pada 7 April atau dua pekan setelah buruh batal menggelar aksi besar.

Rapat kembali digelar pada 14 April 2020. Rapat-rapat itu digelar, baik secara virtual dan pertemuan fisik, untuk mendengarkan usulan dari sejumlah ahli atau akademisi terkait rancangan regulasi tersebut.

Tercatat selama April, Badan Legislasi DPR telah menggelar rapat sebanyak empat kali, masing-masing pada 7, 14, 20, dan 29 April. Rapat itu membahas rencana Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan mengundang ahli dari sejumlah perguruan tinggi.

Di Agustus 2020, DPR bersama sejumlah serikat buruh sempat membentuk tim perumus dan menghasilkan empat bentuk kesepakatan.

Poin pertama materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker yang sudah diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa diganggu gugat.

"Jadi terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Upah, Pesangon, Hubungan Kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Jaminan Sosial, dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK, harus didasarkan pada putusan MK," kata Willy kepada CNNIndonesia.com.

Kesepakatan kedua adalah soal sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker akan dikembalikan sesuai ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kesepakatan ketiga berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri 4.0. Nantinya, hubungan itu pengaturannya dapat dimasukkan di dalam RUU Ciptaker dan terbuka terhadap masukan publik.

Kesepakatan terakhir, DPR akan memperjuangkan asipirasi buruh untuk mempersingkat masa sengketa perburuhan yang prosesnya sering kali berlarut-larut.

Namun, poin kesepakatan tersebut hanya diakomodasi dalam bentuk daftar inventarisasi masalah (DIM) di sembilan fraksi yang berada di DPR. Masuk atau tidak poin kesepakatan tersebut dalam klaster ketenegakerjaan RUU Ciptaker pun tergantung dengan dinamika pembahasan yang dilakukan antara Baleg dengan pemerintah.

Sebulan berselang, klaster ketenagakerjaan dinyatakan rampung dibahas oleh Baleg DPR. Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo menuturkan pembahasan klaster ketenagakerjaan selesai setelah melewati lobi-lobi yang alot antara DPR dan pemerintah, khususnya aturan mengenai pesangon.

Salah satu poin yang paling disoroti kelompok buruh adalah terkait pesangon pekerja yang terkena PHK dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal 25 bulan saja.

Dari angka itu, sebanyak 19 bulan upah akan dibayar oleh pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Poin lainnnya, buruh mengkritik soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Buruh menolak jika buruh termasuk outsourcing diberikan kontrak seumur hidup.

Poin ini dinilai menjadi hal yang serius bagi buruh karena berkaitan dengan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk outsourcing.

Poin selanjutnya yang dikritik buruh berkaitan dengan jam kerja. Buruh memandang jam kerja yang akan diatur dalam UU Cipta Kerja cenderung eksploitatif.

Namun, kritik agar poin-poin itu direvisi kembali diabaikain. DPR pub mengesahkan RUU Ciptaker menjadi UU pada Senin (5/10).

Suasana rapat paripurna pembahasan dan pengesahan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN TA 2019 dengan kehadiran fisik dan virtual anggota parlemen di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2020). DPR menyetujui RUU P2APBN 2019 disahkan menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pras.DPR menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Ciptaker secara mendadak, Senin (5/10), yang sebelumnya dijadwalkan Kamis (8/10). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pras.

Pengesahan rancangan regulasi ini dilakukan di tengah penjagaan aparat keamanan di depan Gedung DPR yang mengantisipasi demonstrasi elemen buruh dan masyarakat sipil untuk menolak RUU Ciptaker

"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.

"Setuju," sahut mayoritas anggota.

(mts/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER