Sejak disahkan dalam Sidang Paripurna 'dadakan' yang digelar DPR pada Senin (5/10), Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja terus mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari mahasiswa, buruh atau pekerja, pakar, hingga organisasi keagamaan.
Undang-undang impian Presiden Joko Widodo yang diklaim bisa menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja tersebut justru dinilai masyarakat sipil tak pro rakyat hingga merusak lingkungan hidup.
Gelombang penolakan pertama datang dari perkumpulan pemuka agama. Mereka yang berasal dari sejumlah organisasi keagamaan itu kompak membuat sebuah petisi lewat situs change.org.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petisi ini kini telah ditandatangani sedikitnya oleh 1,2 juta orang saat diakses CNNIndonesia.com pukul 07.50 WIB, Rabu (7/10). Para tokoh agama yang membuat petisi ini antara lain, Busryo Muqodas, Pdt. DR. Merry Kolimon, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho dan Pdt. Penrad Sagian.
Petisi tersebut dibuat sejak Senin (5/10) bersamaan dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Para pemuka agama menilai UU Cipta Kerja mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Selain pemuka agama, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga menolak mentah-mentah secara keseluruhan isi Undang-undang Cipta Kerja. Sebagai tindak lanjut penolakan ini, Sekretaris Jendral KPA Dewi Kartika memastikan segera melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)
"Sebagai kelanjutan sikap penolakan, KPA akan menggugat Undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi," kata Dewi dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (6/10).
Dewi menyatakan konsisten menolak secara keseluruhan isi draf RUU tersebut sejak Februari 2020. Bahkan, kata dia, pihaknya telah menyampaikan penolakan dengan beragam cara, termasuk melalui aksi massa sejak Juli hingga September 2020 di tingkat nasional dan daerah.
Hal ini dilakukan lantaran sistem politik-ekonomi yang ada dalam undang-undang itu sama sekali tidak berpihak pada rakyat kecil kelas pekerja.
Selain KPA, beberapa serikat buruh juga berencana melayangkan gugatan uji materi dan uji formil ke MK. Sekretaris Jenderal Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno mengatakan pihaknya akan mengajukan gugatan jika pemerintah tetap tutup mata dan telinga menolak tuntutan buruh agar UU Ciptaker dicabut.
"Selanjutnya yang juga sedang kita persiapkan itu adalah gugatan hukum, jadi kita akan mengajukan nanti di judicial review di MK," ujar Sunarno.
Penolakan UU Cipta Kerja juga datang dari Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBT). Mereka tak menduga klaster pendidikan yang sebelumnya disebut telah dicabut dari undang-undang ini saat masa pembahasan justru ada ketika sudah disahkan.
"Kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke MK. Insan Tamansiswa juga pernah terlibat dalam penolakan UU Badan Hukum Pendidikan dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, yang keduanya dibatalkan MK," kata Ketua Umum PKBT Cahyono Agus melalui keterangan tertulis.
Gelombang penolakan UU Cipta Kerja juga disampaikan masyarakat melalui media sosial. Berbagai tagar muncul setelah anggota dewan mengesahkan aturan kontroversial tersebut. Mulai dari #DPRRIKhianatiRakyat, #MosiTidakPercaya, hingga #KartuMerahOmnibusLaw.
Tak hanya itu, ribuan buruh di sejumlah daerah sejak kemarin juga telah menggelar mogok kerja, seperti Bandung, Tangerang, Bekasi, Purwakarta, dan beberapa daerah lainnya. Mahasiswa juga tak ketinggalan melakukan aksi turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja. Hari ini kelompok buruh di sejumlah daerah kembali melakukan mogok kerja.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyarangkan beberapa upaya untuk menjegal UU Cipta Kerja. Salah satunya yanag sangat memungkinkan adalah melakukan pembangkangan sipil.
Menurutnya pembangkangan sipil memang harus dilakukan lantaran selama proses legislasi, DPR dan pemerintah telah melangkahi dan membelakangi kemauan publik.
"Ini bukan kali pertama, ini udah kuatrik dalam hitungan beberapa bulan. Mulai dari UU MK, UU KPK, UU Minerba. Saya lihat ini kebalik, yang dinginkan publik, misal UU PKS dicuekin. Saatnya perlawanan sipil dilakukan, pembangkangan sipil menurut saya penting," kata Zainal.
(fra)