Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar menjawab kekhawatiran 35 investor global terhadap Omnibus Law Cipta Kerja melalui surat terbuka. Surat terbuka itu bernomor S.715/MenLHK/Setjen/Set.1/10/2020 tertanggal 15 Oktober 2020. .
Siti mengatakan UU Cipta Kerja mendorong cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada 2045 mendatang. Sebab UU Cipta Kerja mewujudkan transformasi ekonomi, reformasi birokrasi, dan perlindungan lingkungan.
"UU Cipta Kerja merupakan landasan penting untuk mencapai aspirasi Indonesia," ujarnya dikutip dari surat tersebut, Sabtu (17/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menunjukkan komitmen kuat pada pertumbuhan dan perkembangan global berkelanjutan. Salah satu indikator, Indonesia telah menandatangani Persetujuan Paris (Paris Agreement) pada 2016 yang mendukung pengurangan emisi karbon menjadi 29 persen pada 2030.
Selain itu, Indonesia baru saja menerima pembayaran berbasis hasil (result-based payment/RBP) sebesar US$103,78 juta. Pembayaran itu diberikan oleh Green Climate Fund (GFC), yakni komunitas global di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) yang bertujuan untuk membantu negara-negara berkembang melakukan adaptasi dan mitigasi.
Dana tersebut diberikan ke Indonesia lantaran telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan dengan substansi lain yang terkait yakni gambut, partisipasi masyarakat, masyarakat adat, dan lain-lain (REDD+).
Dalam surat terbuka itu, Siti juga merincikan upaya pemerintah lainnya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan global berkelanjutan serta komitmen Indonesia dalam melestarikan lingkungan, mulai dari mengurangi emisi deforestasi, pembakaran hutan, dan sebagainya.
Selanjutnya Siti menjelaskan sejumlah poin yang mendapatkan sorotan dari investor global.
Terkait analisis dampak lingkungan (Amdal), dia menyatakan pemerintah telah mengatur Amdal melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS)
Pasal 38 ayat 2 menjelaskan jika pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha namun belum menyelesaikan Amdal dan rencana teknis bangunan gedung, maka belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung.
Selain itu ia mengatakan berkaitan dengan konsep perizinan berusaha berbasis risiko atau Risk-Based Approach (RBA) dalam UU Cipta Kerja sebetulnya mengacu pada RBA yang sudah sejalan dengan dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan SPPL).
Pemerintah membagi pelaku usaha menjadi 3 kelompok usaha, meliputi risiko rendah, risiko menengah, dan risiko tinggi.
Sebelumnya, sebanyak 35 investor global mengirimkan surat terbuka kepada pemerintah RI terkait pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja.
Surat telah dilayangkan sebelum pengesahan UU Cipta Kerja kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Selain itu, surat yang sama juga ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Para investor yang porsi nilai investasinya di RI mencapai US$4,1 triliun tersebut juga menyebut RUU Ciptaker berisiko melanggar standar praktik terbaik investasi internasional.
Pelanggaran itu mereka nilai dapat membahayakan aktivitas bisnis yang pada akhirnya malah menghalangi investor masuk ke pasar Indonesia.
(ulf/asa)