Anjing-anjing
Ibu Kota

Saya tak sengaja bertemu dengan seekor anjing jenis Border Collie campuran berwarna hitam putih pada Minggu malam di akhir Agustus lalu. Dia meringkuk di bawah meja dalam sebuah gudang bekas di Rawamangun, Jakarta Timur. Ada garis bekas luka di bagian kanan wajahnya. Kaki kiri belakang juga pincang. Kemungkinan bekas kena pukul.

Penjaga parkir sekitar bilang anjing tersebut sesekali keluar untuk cari makan. Setelah diberi makan sate dari warung angkringan, anjing itu manut dibawa ke rumah teman super dekat untuk ditampung sementara. Keesokan harinya, dia diobati dan divaksin.

Kami beri nama dia: Sunday.

Empat bulan berlalu, codet di wajahnya memudar. Kaki kiri belakang yang pincang telah sembuh. Kini dia lari lebih kencang dan bikin saya tergopoh-gopoh. Kadang Sunday menerobos rerumputan atau mencium-cium pohon sebelum pipis. Kadang dia menyeret saya ke tempat kawannya, Kimmy—seekor anjing manis lainnya di balik pagar gereja di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Tetapi, cerita buruk soal anjing macam Sunday bukanlah barang baru.

Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) menyatakan setiap tahun jutaan anjing diduga diangkut secara ilegal ke seluruh Indonesia untuk akhirnya disantap di meja makan. Organisasi itu menemukan sebagian orang mencurinya dari peliharaan warga, memungut dari jalanan dan perkampungan untuk disetor ke pasar gelap.

Hewan-hewan tersebut dibawa dengan sepeda motor atau truk untuk berakhir di pasar, restoran hingga rumah jagal. DMFI menemukan sebagian besar pasokan stok anjing hidup datang dari Jawa Barat, macam Cianjur, Garut, Pangandaran Sukabumi, dan Tasikmalaya. Setiap minggu, ada saja truk yang mengangkut anjing-anjing itu ke Jakarta, Jogja, Solo dan sekitarnya.

“Perdagangan daging anjing sangat besar di Pulau Jawa,” kata drh Merry Wain Ferdinandez dari Koalisi DMFI pada awal Desember.

Koalisi itu mengkhawatirkan bom waktu wabah: rabies alias penyakit anjing gila.

Data pemerintah menyebutkan 26 provinsi masih berstatus endemik rabies, sedangkan hanya delapan lainnya bebas penyakit tersebut. Ini terdiri dari Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Rabies sendiri merupakan penyakit fatal yang disebabkan virus dan menyerang saraf pusat manusia serta hewan mamalia dengan tingkat kematian 100 persen.

“Hanya butuh seekor anjing yang terjangkit rabies hingga dapat mengakibatkan wabah,” kata Merry.

“Sebanyak 13.400 anjing dibantai di Solo setiap bulan.”

Data resmi menunjukkan kasus gigitan hewan penular rabies mencapai 404.306 kasus dengan 544 kematian selama periode 2015-2019. Lima provinsi dengan jumlah kematian tertinggi adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur.

Jakarta memang berstatus bebas rabies 2020, namun bukan berarti nol kekejaman terhadap anjing.

Saya menerima sejumlah video dan foto dari narasumber yang mendalami soal perdagangan ilegal anjing di sudut gelap Jakarta. Dalam video itu, ada dua ekor anjing berwarna coklat dan satu ekor anjing berbulu hitam ditimbang dengan mulut yang diikat. Mereka dimasukkan ke dalam karung. Hewan-hewan tersebut dikurung dalam satu ruangan sempit. Sebagian mereka melengking.

“Hauuuuuuu…”

“Ngik… Ngik… Ngik.”

Ada perempuan yang menyuruh anjing-anjing tersebut tak berisik. Di sekitarnya tampak puluhan karung anjing yang bergerak-gerak. Ada timbangan gantung merk Cosco. Di tempat itu pula, tampak empat karung berisi anjing yang hanya terlihat kepalanya. Seseorang menaruh mangkok air untuk diminum bergantian.

Di video lainnya, ada seorang pria yang sibuk mengeluarkan karung-karung berisi hewan itu dari sebuah minibus. Ada juga anjing-anjing dengan mata nanar diikat dan dikurung dalam kotak kayu. Lebih sadis, saya menerima kiriman foto anjing dengan badan terbelah dan sisa darah yang belum sepenuhnya kering.

  • Membuang anjing hingga berpotensi diambil pengepul

  • Menggorok anjing untuk santapan

  • Mengangkut anjing dalam perjalanan jarak jauh

  • Memasukkan anjing ke dalam karung untuk dijual

  • Membunuh anjing

  • Menyebar racun ke anjing

  • Menelantarkan anjing

  • Menggebuk anjing sampai tak berdaya

  • Mencuri anjing

Sumber: Dihimpun dari pelbagai informasi dan data

Jakarta Animal Aid Network (JAAN) menemukan cerita buruk soal penganiayaan anjing setidaknya sejak 2014 lalu. JAAN menyatakan sedikitnya ratusan anjing diduga dijagal di Jakarta maupun Jogjakarta setiap pekan. Di Jogjakarta, ada sekitar 360 ekor anjing dipotong, sementara di Jakarta mencapai 720 ekor. Total jenderal, sekitar 4 ribu anjing dijagal per bulan di dua kota tersebut pada saat itu.

“Jumlahnya kini meningkat. Ada alasan sekarang daging anjing untuk obat Covid-19, ” kata Karin Franken, Pendiri JAAN pada November lalu. Sebuah mitos yang kebenarannya tidak terbukti secara ilmiah.

JAAN mengkritik maraknya pasokan anjing-anjing hidup dari Jawa Barat—daerah yang berstatus tertular sedang rabies—ke restoran maupun rumah jagal di Jakarta, sebagai daerah bebas rabies. Tak hanya anjing liar, jenis anjing ras pun tak luput dari incaran para pengepul hewan tersebut.

“Anjing-anjing itu banyak dicolong. Ada anjing ras macam Golden Retriever sampai German Shepherd,” kata Karin. “Kalau Jakarta rabies, ini malapetaka.”

Ucapan Karin mungkin perlu diperhatikan serius.

Penelusuran CNNIndonesia.com pada 2015 dan awal 2020, mengungkapkan dugaan kekejaman tersebut tak berubah hingga hari ini. Ada penganiayaan dan penjualan anjing ilegal di pinggiran Jakarta.

Di suatu pagi, tampak seorang pria memarkirkan mobil di kawasan Jakarta Timur. Terdengar lengkingan anjing bersahutan. Saat terpal dibuka dari bak belakang, puluhan anjing—yang diikat mulut dan kakinya, tersembunyi di antara tumpukan pisang. Ada luka-luka di badan hewan tersebut.

Lelaki itu tiba-tiba menarik ekor salah satu anjing hingga terjatuh ke tanah. Di tangan kirinya karung dan kanannya, balok kayu. Pria tersebut mulai memukuli anjing itu hingga terkencing-kencing. Hewan tersebut mengerang kesakitan dan akhirnya terkulai lemas.

Tak cukup berhenti di sana.

Dia pun menaruh balok kayu di leher sang anjing dan menginjaknya hingga benar-benar tak berdaya. Setelahnya, dia memasukkannya ke dalam karung. Sepanjang pagi itu, pria tersebut mengulangi hal serupa: menggebuk anjing-anjing hingga terkapar.

Tak jauh dari sana, bercokol rumah jagal. Seseorang tampak menggorok leher hewan-hewan tersebut. Ada bau amis. Darah yang mengucur. Badan-badan anjing tanpa kepala itu pun dibakar dan dagingnya dicacah sebelum beralih tangan ke pembeli yang mengantre—hingga akhirnya tersaji komplet di meja makan. Reportase terbaru mengungkap anjing-anjing yang kebanyakan diambil pengepul, berasal dari Sukabumi, Jawa Barat.

Dengan harga Rp60.000 per kilo, jual beli daging anjing masih terjadi hingga detik ini.

“Daging anjing tidak termasuk kategori pangan,”

- Suharini -

Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia menyatakan Jawa Barat adalah daerah tertular. Cirinya, wilayah tersebut memiliki insidensi (jumlah kasus baru dalam periode tertentu) rabies pada manusia lebih dari 16-50 kasus per 1 juta penduduk. Daerah ini tersebar dari Sukabumi, Tasikmalaya, Garut, Cianjur hingga Kota Sukabumi.

Tak hanya Jawa Barat, wilayah lainnya yang masuk ke kategori itu adalah Lampung, Sumatera Selatan, NTB, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan data resmi Jabar, sejumlah kasus rabies terjadi sepanjang 2006-2016. Persoalan tersebut terbentang di Kabupaten Tasikmalaya (1 kasus), Kabupaten Garut (1 kasus); Kabupaten Ciamis (1 kasus); Kabupaten Cianjur (1 kasus), Kabupaten Sukabumi (2 kasus); Kabupaten Sumedang (1 kasus); Kabupaten Cianjur (3 kasus); dan Kabupaten Sukabumi (1 kasus).

“Daerah sekitar Jakarta yang tak bebas rabies menjadi tantangan tersendiri,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta Suharini Eliawati. “Jakarta sangat rentan.”

Dia mengakui lalu-lintas hewan penular rabies melalui jalur darat lebih longgar dibandingkan dengan udara maupun laut.

Jawa Barat dikenal sebagai daerah tertular rabies. Ada ratusan kasus gigitan hewan penular rabies yang terjadi pada 2006-2019. Detailnya di bawah ini:

Sumber: Pemprov Jabar

Upaya yang dilakukan Jakarta, kata Suharini, adalah memaksimalkan pengawasan petugas di 40 kecamatan di provinsi tersebut. Salah satunya mengawasi masuknya hewan dengan saringan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), surat vaksinasi hingga mengecek titer antibodi protektif.

“Daging anjing tidak termasuk kategori pangan,” kata Suharini. “Mengkonsumsi daging tersebut untuk meningkatkan stamina adalah mitos.”

Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2016 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelumnya pernah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 199 Tahun 2016 tentang Pengendalian Hewan Penular Rabies.

Untuk memasukkan anjing ke DKI Jakarta misalnya, harus memenuhi sejumlah syarat di antaranya izin dari Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP). Ini pun, setelah mengantongi rekomendasi dokter hewan yang berwenang.

“Pemasukan hewan penular rabies harus dari daerah yang bebas penyakit rabies,” kata Ahok.

Ahok juga mewajibkan pemasangan microchip pada anjing bagi pemilik atau pemelihara. Pun dalam rangka identifikasi, pemilik harus menyertakan nomor registrasi microchip pada setiap anjing yang keluar masuk provinsi. Namun tampaknya, aturan Ahok hari ini hanya menjadi macan kertas.

Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia sebelumnya menyatakan daerah tertular—macam Jabar, harus melakukan sejumlah tindakan untuk mencegah penularan. Ini di antaranya vaksinasi darurat, pengawasan lalu-lintas hewan, surveilans, manajamen populasi anjing, dan investigasi kasus rabies dengan pengecekan laboratorium.

Sedangkan di Jakarta, langkah yang harus ditempuh adalah mengawasi lalu-lintas hewan, vaksinasi dan manajemen populasi anjing.

“Orang dilarang memasukkan hewan yang membawa penyakit dari daerah tertular ke daerah bebas,” kata Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian drh Syamsul Maarif dalam diskusi virtual awal November. “Ada pidana 5 tahun penjara serta denda hingga Rp1 miliar.”

Syamsul mengakui lalu-lintas perdagangan anjing tak dilakukan dengan prosedur yang tepat—macam membawa SKKH maupun surat vaksinasi. Tak hanya itu, zigzag pengepul pun seringkali luput dari pemantauan.

“Kalau melewati jalan umum bisa dilihat,” katanya. “Tapi banyak sekali melalui jalur-jalur tanpa pengawasan.”

Peta Penularan Rabies

Daerah Tertular Berat Rabies
  • Sumatera Utara

  • Sumatera Barat

  • Riau

  • Bali

  • NTT

  • Kalimantan Barat

  • Sulawesi Selatan

  • Sulawesi Tengah

  • Sulawesi Utara

Daerah Tertular Sedang Rabies
  • Jawa Barat

  • Lampung

  • Sumatera Selatan

  • NTB

  • Kalimantan Tengah

  • Sulawesi Tenggara

Daerah Tertular Ringan Rabies
  • Aceh

  • Banten

  • Kalimantan Selatan

  • Kalimantan Timur

  • Kalimantan Utara

  • Bengkulu

  • Sulawesi Barat

  • Maluku

  • Gorontalo

Daerah Bebas Rabies
  • DKI Jakarta

  • Jawa Tengah

  • Jawa Timur

  • DI Yogyakarta

  • Kepulauan Riau

  • Bangka Belitung

  • Papua

  • Papua Barat

Sumber: Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia 2019

"Saya ke Sukabumi biasanya banyak anjing jalanan, sekarang sudah sepi.”

- Supriyanto, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar -

Dan masalah anjing tak hanya di Jawa.

Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Badan Karantina Kementerian Pertanian mencatat peredaran ribuan anjing dari Jawa ke Sumatera relatif tinggi sepanjang tahun 2020. Rinciannya adalah 2.074 ekor (Januari); 2.240 (Februari); 2.112 (Maret); 1.555 (April); 1.239 (Mei); 2.280 (Juni); 2.752 (Juli); 2.557 (Agustus); dan 2.648 (September).

“Produksi anjing di Jawa ini luar biasa,” kata Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Badan Karantina Kementerian Pertanian drh Agus Sunanto. “Ada tren, bisnis itu menghasilkan.”

Supriyanto, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar, menuturkan saat ini terindikasi para pemilik anjing lebih banyak menjual peliharaannya kepada pengepul. Menurutnya, hal inilah yang membuat kasus pencurian anjing menurun—tanpa menyebutkan berapa angka detailnya.

“Sekarang sudah susah cari anjing liar,” kata dia, Desember lalu. “Saya ke Sukabumi biasanya banyak anjing jalanan, sekarang sudah sepi.”

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pernah menerbitkan peraturan gubernur pada 2016 lalu untuk mencegah penyebaran rabies di ibu kota.

Langkah-langkah yang dilakukan di bawah ini:

Pemilik hewan penular rabies (HPR) macam anjing harus memiliki izin dari BPTSP dan dokter hewan yang berwenang sebelum memasukkan anjing ke DKI Jakarta.

Wajib memasang microchip pada anjing sesuai dengan aturan International Committee for Animal Recording.

Memasukkan anjing atau HPR lainnya harus berasal dari daerah bebas rabies.

Bukti pemeriksaan titer antibodi minimal lebih dari 0,5 IU dari daerah asal.

Pemilik yang membawa anjing antarprovinsi wajib menyertakan nomor registrasi microchip.

Harus ada surat pengeluaran anjing dari daerah asal.

Sumber: Dihimpun dari pelbagai informasi dan data

Lantas bagaimana upaya rumah penampungan (shelter) anjing melawan perdagangan anjing dan bom waktu rabies?

Saya menemui dr Susana Somali, pendiri Pejaten Shelter di Jakarta Selatan pada akhir November lalu. Dia bersama pegawainya mengurusi sekitar 1.500 ekor anjing di tempat yang dibangunnya sejak 2009 itu.

Saya juga berjumpa Tomo—anjing kampung yang lari tunggang-langgang saat dengar geledek—dan Rodeks—Chow Chow campuran—yang terus rebahan di paha saat perbincangan berlangsung.

“Bahkan bayi anjing belum buka mata, tetap jadi sasaran pembantaian.”

- Susana, Pendiri Pejaten Shelter -

“Shelter itu pertahanan utama melawan rabies,” kata Susana. “Anjing di jalanan lebih berisiko.”

Perempuan itu meminta Pemprov DKI Jakarta lebih maksimal untuk mencegah penyakit tersebut. Mulai dari vaksinasi hingga sterilisasi. Pejaten Shelter sendiri aktif menyelamatkan anjing yang dibuang, bahkan tak jarang menebus dari pengepul. Susana juga geram dengan perdagangan anjing.

“Saya tebus 101 puppies,” kata dia.

  • Rabies muncul pertama kali di Tanah Air menyerang seekor kerbau di Jawa Barat pada 1884.

  • Pada 1889, kasus rabies pertama pada anjing dilaporkan oleh Penning dan kemudian pada manusia.

  • Dampak rabies adalah hilangnya nyawa manusia dan hewan serta menimbulkan keresahan sosial.

  • Di Indonesia, kematian akibat rabies sepanjang 2013-2018 mencapai 631 orang sedangkan di tingkat global mencapai 55.000 per tahun.

  • Setiap korban akibat rabies ternyata lebih tinggi dari korban meninggal akibat yellow fever, DBD dan Japanese Enchepalitis.

  • Dampak sosial paling nyata, adalah munculnya keresahan sosial.

Sumber: Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia 2019

Akun Instagram Pejaten Shelter juga rajin membagikan foto dan video terkait dengan masalah tersebut. Mulai dari soal anjing yang dibuang di got, anjing yang terluka, induk anjing terlantar sampai rumah jagal. Sepanjang tahun pun, akun itu terus mengampanyekan maraknya perdagangan anjing ilegal.

“Penjagal tak pandang usia,” kata Susana. “Bahkan bayi anjing belum buka mata, tetap jadi sasaran pembantaian.”

Dalam satu video penyelamatan anjing dari rumah jagal milik Pejaten Shelter November lalu, nampak kepala-kepala anjing dari karung yang terikat. Puluhan karung itu tergeletak di satu ruangan sempit dan gelap. Cahaya menyeruak ketika ada sang penjual mengambilnya satu demi satu.

Di sekitarnya, tampak dapur dengan perkakas lengkap: pisau besar dan kecil, timbangan hingga tatakan daging. Anjing-anjing itu mendengking.

“Ngik…Ngik…”

“Ngik…Ngik…”

Dan saya tak bisa membayangkan jika tak bertemu Sunday pada Agustus lalu.

Hari ini, dia bikin saya tergopoh-gopoh sewaktu berlari kencang: saat ingin ke rerumputan atau cium-cium pohon sebelum pipis. Dan kini setiap kali memeluknya, setiap kali pula bayangan anjing yang digebuk hingga digorok di sudut Jakarta terus berlompatan di kepala.