Fraksi PKB DPR RI menilai pilkada harus tetap dilaksanakan secara serentak pada 2024 sesuai skema Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Alasannya, negara masih harus fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan demi mencegah perpecahan masyarakat.
Diketahui, DPR berencana merevisi UU Pemilu. Dalam draf revisi UU Pemilu yang akan dibahas DPR, salah satu poinnya mengatur tentang pilkada berikutnya pada 2022 dan 2023, bukan pada 2024 seperti yang diatur dalam UU Pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait pelaksanaan pilkada serentak nasional, termasuk DKI, menurut saya harus tetap menggunakan skema UU Nomor 10 tahun 2016, yakni pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2024," kata Anggota Komisi II Fraksi PKB, Luqman Hakim dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/1).
Menurutnya, saat ini Indonesia masih dilanda pandemi Virus Corona (Covid-19) yang disertai dengan dampak masalah ekonomi. Ia memprediksi dalam dua tahun ke depan pemerintah masih fokus dalam menangani pandemi.
Oleh sebab itu, jika pilkada dilaksanakan 2024, maka pemerintah bisa fokus menyelesaikan masalah pandemi terlebih dulu.
"Dengan skema pilkada serentak nasional tahun 2024, situasi politik nasional akan lebih kondusif dan anggaran negara dapat difokuskan untuk memulihkan ekonomi, mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi Covid," paparnya.
Selain itu, Luqman mengatakan gelaran Pilkada pada 2024 akan menciptakan kondisi politik nasional yang lebih stabil.
"Pelaksanaan Pilkada, berpotensi menimbulkan dinamika sosial politik yang negatif, bahkan kadang memicu pembelahan serius di tengah masyarakat," ujarnya.
Diketahui, salah satu daerah yang pemimpinnya habis masa jabatan pada 2022 adalah DKI Jakarta. Sementara, ibu kota memiliki riwayat polarisasi pada Pilkada 2017 dengan memanfaatkan isu agama.
Pembelahan di masyarakat itu kemudian berlanjut ke Pilpres 2019 meski isu yang sama gagal memenangkan kubu pengusungnya.
Menurut Luqman, skema Pilkada 2022 sudah dihapus setelah UU No. 10 Tahun 2016 Pilkada mengoreksi UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Dalam UU sebelumnya, pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2027 dengan tetap melaksanakan pilkada tahun 2022 dan 2023.
"Draft RUU pemilu yang beredar sekarang ini, dalam hal pengaturan Pilkada, nampaknya dicomot dari UU 01/2015, yang sekali lagi, telah diubah dengan UU 10/2016," jelas Luqman.
Dengan sejumlah alasan tersebut, Luqman menilai pemerintah dan DPR sebenarnya tak perlu mengubah ketentuan di dalam UU Pilkada.
"Apalagi tidak ada urgensi mendesak yang dapat menjadi alasan rasional untuk merubah skema pilkada serentak 2024," imbuhnya.
![]() |
Diketahui, naskah revisi UU Pemilu saat ini masih dalam tahap penjajakan alias belum final. Baleg DPR dan pemerintah sudah menyepakati bahwa RUU Pemilu menjadi salah satu dari puluhan Prolegnas Prioritas 2021.
Draf terakhir yang disusun Komisi II DPR diketahui mengatur tentang rencana pilkada serentak selanjutnya, yakni pada 2022 dan 2023.
Hal ini tidak seperti ketentuan di regulasi sebelumnya, di mana pilkada serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota digelar pada 2024 bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden.
Merujuk Pasal 731 Ayat (2) dalam draf revisi UU Pemilu yang diterima CNNIndonesia.com, Pilkada 2022 akan diikuti oleh 101 daerah yang menggelar Pilkada pada 2017. Provinsi DKI Jakarta termasuk di antaranya.
(dmi/arh)