Tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan (Kalsel), Ali Nurdin menyatakan permohonan dan gugatan calon gubernur dan wakil gubernur Denny Indrayana-Difriadi dalam sengketa Pilkada Kalsel 2020 tak jelas.
Menurut Ali, tim kuasa hukum Denny-Difriadi tak menjelaskan atau memuat bukti tudingan kesalahan penghitungan suara yang ditetapkan KPU dalam Pilkada Kalsel.
"Dalam permohonannya pemohon sama sekali tidak memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan termohon," ujar Ali saat membacakan jawabannya di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (1/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali mengatakan bukti penjelasan dalam permohonan gugatan mestinya dicantumkan. Hal itu seperti diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d angka 4 dan 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 tahun 2020.
Ali menyebut tim kuasa hukum Denny-Difriadi sama sekali tak memuat bukti kesalahan yang dilakukan KPU Kalsel dalam berkas permohonan mereka. Dari 100 halaman lebih dugaan pelanggaran di Pilkada Kalsel, kubu Denny-Difriadi tak memuat keterangan kesalahan yang dilakukan KPU.
"Oleh karena itu permohonan pemohon menjadi tidak jelas atau obscure karena permohonan pemohon tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan berdasarkan PMK 6 Tahun 2020," kata dia.
Selain itu, Ali menilai bahwa petitum dalam gugatan yang dilayangkan kubu Denny-Difriadi juga tidak jelas. Ketidakjelasan itu dilihat berdasarkan berbagai variasi petitum dari empat petitum gugatan mereka.
Menurutnya, ketidakjelasan petitum berimplikasi terhadap pokok permohonan. Misalnya, ia mencontohkan, tim kuasa hukum meminta MK menihilkan hasil penghitungan suara di Kecamatan Binuang.
Namun, di petitum ketiga dan keempat, kubu Denny-Difriadi juga meminta penghitungan suara ulang (PSU) di kecamatan tersebut.
"Berdasarkan ketiga alternatif tersebuf petitum pemohon menimbulkan ketidakjelasan, apakah pemohon menuntut PSU di seluruh TPS atau sebagian TPS di kecamatan Binuang," kata Ali.
Padahal, kata Ali, tim kuasa hukum yakin dengan dugaan kesalahan yang dilakukan KPU di kecamatan tersebut, sehingga tak muncul berbagai variasi petitum tersebut. Menurutnya, tak ada putusan MK yang menihilkan suara hasil penghitungan suara. Penihilan suara bertolak belakang dengan prinsip demokrasi.
"Bahwa ketidakjelasan petitum pemohon, terjadi karena ketidakjelasan posita yang dibangun oleh pemohon," ujarnya.
Dalam sidang perdana pada Selasa (26/1), kubu Denny-Difriadi menuding telah terjadi sejumlah kecurangan dalam pelaksanaan Pilgub Kalsel. Dalam berkas gugatan, mereka menyebut ada praktik penyalahgunaan bantuan sosial Covid-19 untuk pemenangan pasangan nomor urut 1 atau petahana Sahbirin Noor-Muhidin.
Selaku calon Gubernur Kalsel petahana, Sahbirin Noor diduga telah memanfaatkan bansos Covid-19 berupa sembako untuk kampanye.
Tim Kuasa Hukum kemudian mengajukan petitum agar Hakim MK membatalkan keputusan KPU yang memenangkan paslon 1, Sahbirin-Muhidin dalam Pilkada Kalsel 2020.
Sebagai gantinya, mereka meminta MK memerintahkan KPU menerbitkan surat keputusan yang memenangkan paslon 2, Denny-Difriadi.
Rapat pleno KPU terkait rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Kalsel pada 18 Desember 2020 lalu menetapkan paslon 1, Sahbirin-Muhidin unggul tipis mengalahkan lawannya, Denny-Difriadi.
Sahbirin-Muhidin menang usai meraup sebanyak 851.822 suara atau 50,24 persen. Sementara pasangan nomor urut 2, Denny Indrayana-Difriadi Derajat mengantongi 843.695 suara atau 49,76 persen.
(thr/fra)