Kader Gerindra Sentil Perbedaan Golkar dengan PDIP & Demokrat

CNN Indonesia
Jumat, 19 Feb 2021 19:55 WIB
Arief Poyuono mengatakan Gerindra tak bisa melepas ketokohan Prabowo Subianto, PDIP identik dengan Megawati, Demokrat dengan SBY. Itu tak berlaku di Golkar. Foto: CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan
Jakarta, CNN Indonesia --

Kader Partai Gerindra, Arief Poyuono, mengungkap perbedaan partainya dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), DemokratNasDem dan Golongan Karya (Golkar) saat berbicara soal politik identitas.

Menurutnya, PDIP dan Gerindra adalah partai yang kental dengan politik identitas, di mana PDIP memiliki identitas trah Sukarno atau Megawati Soekarnoputri dan Gerindra merupakan partai politik (parpol) yang identik dengan Prabowo Subianto.

"PDIP pasti identitasnya Megawati, identitasnya Sukarno. Tapi kalau terjadi perubahan di PDIP, pemimpin ke depan bukan trah Sukarno atau Megawati, PDIP jadi partai yang non identitas," kata Poyuono saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional 'Politik Identitas dalam Politik Praktis Indonesia' yang digelar Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) secara daring, Jumat (19/2).

"Begitu juga Gerindra, Gerindra ya Prabowo karena Prabowo adalah pemodal, pendiri, dan tidak ada demokratisasi. Artinya akan simbolnya Prabowo," imbuhnya.

Dia melanjutkan, situasi serupa juga terjadi di Partai NasDem dan Demokrat. Namun, kata Poyuono, situasi yang berbeda terjadi di Partai Golkar.

Menurutnya, Golkar merupakan parpol yang menghilangkan sekat-sekat politik identitas karena pucuk pimpinannya senantiasa berganti di setiap periode.

"Beda dengan Golkar. Saya rasa, kalau masyarakat ditanya siapa ketua umum Golkar, belum tentu ada yang tahu karena berubah setiap periode, terpilih karena terjadi demokratisasi dan partai tersebut menghilangkan sekat-sekat politik identitas," tutur Poyuono.

Poyuono mengatakan politik dinasti adalah bagian dari poiltik identitas, di mana seorang pemimpin parpol kerap menjadikan anaknya sebagai pemimpin parpol itu selanjutnya.

Poyuono berkata, politik identitas tidak hanya terkait dengan masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), melainkan juga terkait dengan stereotip atau persepsi orang.

"Politik dinasti bagian politik identitas, bahwa keturunan ini harus memimpin partai ini. Jadi saya pikir politik identitas itu lebih luas yakni agama suku ras dan stereotip, pandangan, persepsi orang," ujar kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra periode 2015-2020 itu.

"Itu dia kenapa saya katakan politik dinasti juga merupakan politik identitas," imbuhnya.

Dia pun menegaskan, politik identitas bisa menjadi salah satu faktor penghambat langkah mewujudkan demokrasi. Menurutnya, parpol tidak akan memainkan politik identitas bila parpol tersebut membuka peluang yang sama kepada semua kader untuk menjadi pemimpin.

"Politik identitas bisa menghambat terwujud demokrasi. Ya tadi yang terjadi di partai-partai, kalau tidak ada demokratisasi, maka stereotip partai ini milik ini, dinasti ini lahir politik identitas," katanya.

Poyuono menambahkan, hal yang akan lahir bila parpol sudah tak lagi menjunjung tinggi demokrasi ialah politik identitas akan tumbuh subur di tengah masyarakat.

"Yang penting adalah bagaimana demokrasinya dulu di parpol tersebut, karena alat negara bentuk sebuah pemerintahan melalui parpol. Kalau parpol sudah tidak demokrasi, politik identitas itu akan subur," tutur Poyuono.

(mts/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK